“Syirik dan bid’ah serta Bahayanya Sebuah Tantangan Dakwah; Studi Kasus di Kec. Terisi Kab Indramayu”
Senin, 15 Juni 2009
“Syirik dan bid’ah serta Bahayanya Sebuah Tantangan Dakwah; Studi Kasus di Kec. Terisi Kab Indramayu”
Pendahuluan
Asyhadu anlaa ilaa illaa Allah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Kata yang sederhana diucapkan oleh ummat Islam tetapi memiliki dampak sangat mendasar—bahkan memiliki implikasi.
Syahadat tauhid konsekuensinya adalah al-Barra—benci, tidak suka dan ingin menghancurkan ilah lain kecuali Allah dan al-Wala—loyaitas, kesetiaan da ketaatan hanya kepada Allah (monoloyalitas). Syahadat rasul konsekuensinya adalah persona grata—orang yang dapat dipercaya (sampai-sampai nabi Muhammad diberi gelar al-Amin), examplia gratia—contoh, teladan yang baik, uswah hasanah.
Dengan demikian, idealnya orang yang bersyahadat akan tunduk dan patuh serta berpegang teguh kepada dien (agama, aturan hidup) yang telah disyariatkanNya.
Keyakinan dan sikap akan tauhid ini, bukan lah sikap yang kering makna, sebaliknya dampak tauhidullah pada diri seorang muslim harus nyata dalam jiwa. Orang yang memegang tauhdullah secara lurus akan merasakan kelezatannya yang tiada tara. Muaranya, sebagaimana diungkapkan MR. Kurnia (2003: 74) adalah ma’iyatullah, mahabbah, tsiqah bi wa’dillah akan mendorong seorang muslim untuk senantiasa menjaga aqidahnya, taat kepada aturan Allah dan menjauhi maksiat serta bergiat dalam dakwah sehingga ia akan menjadi seorang muslim kaffah yang senantiasa mengharap keridhaan Allah (mardhatillah) dan surga (jannah).
Bersamaan dengan itu dadanya sarat dengan kerinduan untuk bertemu dengan Allah, Zat Maha Pengasih dalam keadaan ridha dan diridhai olehNya.
Persoalannya, masih banyak muslim yang merasa bertauhid kepada Allah, tetapi pada tataran aplikasinya ada di antara mereka yang menduakan Allah (musyrik)—sadar atau tidak, dan berbuat bid’ah (sesuatu yang baru, yang tidak dilakukan oleh nabi—terutama kaitanya dengan ibadah).
Padahal dampak dari syirik dan bid’ah ini sangat fatal kalau kita tilik dari sudut keyakinan, karena ini menyangkut halyang paling asasi dalam keimanan kita. Syirik dan bid’ah dapat menjadikan seseorang tercerabut dari akar keberimanannya, bahkan menjadikan seseorang tak terampunkan dosanya dan tertolak amal ibadahnya.
Melihat kondisi ini, penulis tertarik untuk meneliti persoalan syirik dan bid’ah ini untuk dideskripsikan dalam bentuk makalah, lokasi yang dijadikan penelitian adalah daerah Terisi Kab. Indramayu dengan judul “Syirik dan bid’ah serta Bahayanya Sebuah Tantangan Dakwah; Studi Kasus di Kec. Terisi Kab Indramayu)”.
Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, beberapa persoalan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah seputar syirik da bid’ah serta bahayanya, kemudian bagaimana strategi dakwah yang arus kita lakukan. Secara spesifik, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan syirik dan bagaimana dampaknya?
2. Apa yang dimaksud dengan bid’ah dan bagaimana dampaknya?
3. Apa saja bentuk-bentuk syirik dan bid’ah yang dilakukan di daerah kec. Terisi Kab. Indramayu?
4. Bagaimana strategi dakwah untuk menghilangkan perilaku syirik dan bid’ah di daerah kec. Terisi Kab. Indramayu?
Landasan Teori
1. Syirik dan Bahayanya
Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap rasul diutus oleh Allah, maka tauhid adalah inti dakwah mereka, perrmulaan/pembukaan dakwah mereka. Dan bahwa mereka melarang syirik dan menyatakan bahwa syirik adalah dosa terbesar. Maka perlulah kita mengetahui syirik supaya kita bisa menjauhinya, karena barangsiapa yang tidak tahu terhadap keburukan dikhawatirkan ia terjatuh padanya padahal dia tidak menyadarinya.
Ta’rif Syirik / Isyrak
Secara bahasa, adalah isim masdar dari syarika, yasyraku, syirkan yang berarti: menjadi sekutu baginya, memberikan bagian untuknya baik sedikit ataupun banyak di dalam dzat, atau makna. (Bayan asy-Syirk wa Wasailihi 'inda Aimmah al-Hana_yah, hal 9)
Secara istilah syara', ada dua makna:
1. Makna umum: menyamakan selain Allah dengan Allah dalam apa-apa yang termasuk (hak-hak) khusus bagi Allah. Maka, secara umum syirik ada tiga macam:
a) Syirik di dalam ar-Rububiyah, yaitu menyamakan dalam sesuatu yang termasuk (hak-hak) khusus Allah dalam masalah Rububiyah (dengan selain Allah) atau menisbatkan kepada selain Allah, seperti memberi rejeki, menghidupkan, mematikan dan lain-lainnya. (Lihat Bayan asy-Syirk wa Wasailihi 'inda Aimmah al-Hana_yah, hal 9).
b) Syirik di dalam al-Uluhiyah, yaitu menyamakan dalam sesuatu yang menjadi (hak-hak) khusus Allah dalam masalah uluhiyah (dengan selain Allah), seperti shalat, puasa, menyembelih, nadzar, cinta, takut, dan lainnya.
c) Syirik di dalam Asma' wa Shifat, yaitu menyamakan antara Allah dengan makhlukNya, dalam masalah asma' wa shifat, seperti: menyamakan sifat-sifat dzatiyah Allah (wajah, tangan, mendengar, melihat dan lainnya) serupa dengan sifat makhluk, atau memberikan sifat-sifat yang khusus bagi Allah untuk makhluk, seperti sifat mengetahui yang ghaib, mengetahui segala sesuatu, hadir dan melihat di setiap tempat, dan lainnya.
2. Makna khusus: menyamakan selain Allah menjadi ilah, yang diibadahi dan ditaati bersama Allah. Maka barangsiapa yang memberikan satu macam dan macam-macam ibadah untuk selain Allah maka dia adalah seorang musyrik. Sedang jenis-jenis ibadah diantaranya: Doa, takut, tawakkal, isti'aaah (permintaan tolong), isti'adzah (minta perlindungan), nadzar, menyembelih, sujud dan lainnya.
Dan inilah yang dimaksud kalimat "Syirik" apabila disebutkan secara mutlak di dalam al Qur'an, as-Sunnah dan ucapan as-Salaf, yaitu: syirik dalam uluhiyah atau ibadah.
Hukum dan Jenis Syirik
Setelah kita tahu ta'rif dan jenis syirik baik secara umum dan khusus, maka kita juga mesti faham bahwa jenis syirik menurut hukumnya / dosanya ada dua atau tiga macam yaitu:
1. Syirik Akbar
Setiap syirik yang disebutkan oleh syar'i (Allah dan Rasul-Nya) dan menjadikan seseorang keluar (murtad) dari agamanya (Islam), seperti shalat untuk selain Allah, berpuasa untuk selain Allah, menyembelih hewan (kurban) untuk selain Allah, berdoa untuk orang yang sudah mati, berdoa kepada orang yang tidak ada di hadapannya untuk menolongnya dari urusan yang hanya Allah saja yang berkuasa, dan lainnya.
2. Syirik Ashghar
Setiap ucapan atau perbuatan yang dinyatakan syirik oleh syara' tetapi tidak mengeluarkan dan agama, seperti riya', yaitu seseorang yang shalat karena Allah akan tetapi dia menghiasinya / membaguskanya supaya dilihat manusia, atau seseorang berinfaq untuk taqarub kepada Allah tetapi dia menginginkan pujian manusia. (Ucapan: "Apa yang dikehendaki oleh Allah dan engkau kehendaki", atau nama "Abdul Harits" dan lain-lainnya.
3. Syirik Khafi
Syirik yang kemungkinkan bisa termasuk syirik akbar atau syirik ashghar. Seperti: Bersumpah dengan selain sama Allah adalah syirik ashghar, tetapi jika yang bersumpahnya itu dengan keyakinan bahwa yang dia pakai untuk sumpah itu menyamai keagungan Allah maka ini termasuk syirik akbar.
Bahaya Syirik
1. Syirik ashghar (syirik yang tidak mengeluarkan dari agama)
a) Murusak amalnya yang tercampur dengan syirik ashghar: Dari Abi Huruirah marfu': Allah berfirman: Aku tidak butuh sekutu-sekutu dari bagian, barangsiapa yang melakukan satu amalan yang dia menyekutukanKu padanya dengan selain Aku maka Aku tinggalkan dia dan persekutuannya.
b) Terkena ancaman dan dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil yang berkenaan dengan syirik akbar untuk syirik ashghar.
c) Termasuk dosa besar yang terbesar.
2. Syirik Akbar
a) Kedhaliman terbesar. Sesungguhnya syirik itu, kedhaliman yang besar. (Luqman: 13).
b) Menghancurkan seluruh amal. “Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik, niscaya hapuslah amalmu, dan benar-benar engkau termasuk orang-orang yang rugi.” (az-Aumar: 65).
c) Jika meninggal dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah. “Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan, dan Dia akan mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia) kehendaki. (an-Nisa': 48, 116).
d) Pelakunya diharamkan masuk jannah. “Sesungguhnya barangsiapa menyekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah Neraka, dan tidak ada bagi orang-orang dhalim itu seorang penolongpun”. (al-Maidah: 72)
e) Kekal di dalam neraka. (Lihat QS. al-Bayyinah: 6), (QS. Al-Taubah: 17)
f) Syirik adalah dosa paling besar. Allah berfrman: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutuhan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh jauhnya”. (an-Nisa': 116).
g) Perkara pertama yang diharamkan oleh Allah. Allah berfirman: Katakanlah: "Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (al-A'raaf: 33).
h) Dosa pertama yang diharamkan oleh Allah Allah berfirman: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamuoleh Rabb-mu, yaitu: Janganlah kanan mempersekutukan sesuatu dengan Dia”. (al-An'aam: 151).
i) Dosa syirik menyebabkan kebinasaan diawal, di tengah dan diakhir perjalan seorang hamba. Allah berfirman: Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (al-Hajj: 31).
j) Pelakunya adalah orang-orang yang "najis" (kotor) aqidahnya. Allah berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang Musyirik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah: 28)
k) Menyebabkan penyesalan yang tidak terbayarkan. Berfirman Allah, “Dan harta kekayaanya dibinasakan, lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohan anggur itu roboh bersama paraparanya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Rabbku.” (al-Kahfi: 42).
2. Bid’ah dan Bahayanya
Bertolak dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), "Setiap kebid’ahan adalah sesat dan setiap kesesatan di neraka." (HR Muslim 6/153, Al Baihaqi dalam Asma wassifat: 137, Nasaa`I 3/188-189, dengan sanad yang shohih), maka setiap perkara yang baru yang diada-adakan dalam agama wajib diketahui guna untuk menjauhinya, selaras dengan ungkapan sebuah syair:
"Aku mengenali kejelekan bukan untuk kejelekan, namun agar berjaga-jaga darinya
siapa yang tak kenal kebaikan dari kejelekan, ia akan terjerumus ke dalamnya."
Lebih jauhnya, sahabat Hudzaifah ibnul Yaman berkata, "Orang-orang bertanya kepada Rosulullah perihal kebaikan, sedang aku bertanya kepadanya tentang kejelekan, khawatir bila sampai menimpaku." (HR Bukhori 6/610-616, 13/35, Muslim 12/236).
Dengan demikian tidak cukup bagi seseorang dalam beribadah hanya mengetahui sunnah saja, akan tetapi juga harus mengenali lawannya yakni bid’ah, seperti dalam hal keimanan tidak cukup mengerti tauhid saja tanpa mengetahui syirik. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengisyaratkan hal ini dalam firmanNya (yang artinya), "Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus." (Al Baqoroh: 256).
Begitu pula dengan Rosulullah, beliau menegaskan (yang artinya), "Siapa yang mengatakan Laa ilaha illallah lalu mengkufuri apa yang diibadahi selain Allah, maka diharamkan harta dan darahnya, sedang hisabnya atas Allah." (HR Muslim 1/212).
Allah dan RosulNya tidak hanya mencukupkan tauhid tapi ditambahkan padanya mengkufuri selainNya (yang diibadahi).
Jelaslah ini semua menuntut untuk mengetahui syirik, kufur, dan bid’ah, bila tidak, tentulah akan terjerumus ke dalamnya tanpa disadari. Allah berfirman (yang artinya), "Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (QS Yusuf: 106).
Tak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit dari kaum muslimin yang begitu hobi melakukan praktek bid’ah dan khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah dan khurafat itu dikemas sedemikian rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan, lebih tampil menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang.
Lebih dari itu ternyata bid’ah dan khurafat kini gemar dikampanyekan orang-orang yang bergamis dan berjenggot, tetapi mana gamis dan mana jenggot—yang jelas keduanya tengah didzalimi. Ironinya model-model yang seperti inilah yang dijadikan tokoh-tokoh penting bangsa ini, naik daun dan melambung namanya di hadapan rakyat yang awam akan ilmu agamanya.
Sementara apa yang ada di dalam Kitabullah berisikan perintah untuk ittiba’ (mengikuti tuntunan Rosulullah). Allah berfirman (yang artinya), "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ali Imran: 31).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya.
Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (QS Al An’am: 153).
Diriwayatkan dari Abul Hajaj bin Jabr al Maky -seorang imam ahli tafsir dari kalangan tabi’in—tentang firman Allah, "Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)", katanya, "Yakni kebid’ahan dan syubhat-syubhat." (HR Ad Darimy 1/68, Al Baihaqi dalam Al Madkhal: 200).
Berkata Al Izz ibnu Abdus Salam, "Beruntunglah bagi siapa yang memimpin sesuatu dari urusan kaum muslimin, lalu merespon dan memberikan andil dalam mematikan bid’ah dan menghidupkan sunnah." (Musajalah ilmiyyah: 10 dari Al Bid’ah wa Atsaruhas Sayyi` fil Ummah: 119).
Imam Al Marudzi berkata: Aku bertanya kepada Abu Abdillah—imam Ahmad, "Apa pendapatmu tentang seseorang yang menyibukkan diri dengan shoum dan sholat, tapi diam dari membicarakan ahlul bid’ah?" Muka beliau masam seraya berkata, "Jika ia shoum dan sholat dan memisahkan diri dari manusia, bukankah itu hanya untuk kebaikan dirinya saja?" Aku menjawab, "Benar." Beliau berkata lagi, "Namun bila ia berbicara (tentang ahlul bid’ah) tentu hal itu untuk kebaikan dirinya dan selainnya, maka berbicara lebih afdhal." (Thobaqotul Hanabilah: 2/216 dari Al Bid’ah wa Atsaruhas Sayyi`: 120).
Imam Qotadah berkata, "Seseorang bila melakukan kebid’ahan, sepatutnya untuk disebutkan dan diperingatkan." (Syarh Ushulul I’tiqod no: 250).
Berikut ini pemaparan tentang bahayanya bid’ah agar diketahui bahwa orang yang terjerumus ke dalamnya tengah melakukan pelanggaran-pelanggaran besar:
Pertama: Kebid’ahan adalah kesesatan, orang yang melakukannya berarti melakukan kesesatan menurut nash Kitab dan Sunnah, yang demikian itu karena apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq, sedang Allah telah berfirman (yang artinya), "Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?" (QS Yunus: 32). Rosulullah menyatakan (yang artinya), "Setiap kebid’ahan adalah sesat."
Kedua: Kebid’ahan adalah sikap menyimpang dan keluar dari mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana Allah berfirman (yang artinya), "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ali Imran: 31). Maka siapa yang melakukan kebid’ahan, beribadah kepada Allah dengannya, sungguh dia telah keluar dari mengikuti Nabi yang berarti keluar dari apa yang disyariatkan Allah.
Ketiga: Kebid’ahan melenyapkan pembuktian syahadat "Muhammadar Rosulullah" karena yang menjadi konsekuensi dari syahadat tersebut adalah berkomitmen penuh terhadap syariatnya, tidak menambahi atau mengurangi. Adapun kebid’ahan menggugurkan komitmen yang agung ini.
Keempat: Kebid’ahan mengandung celaan terhadap Islam, sebab orang yang melakukan suatu kebid’ahan secara tidak langsung dia menganggap Islam belum sempurna, sementara Allah telah berfirman (yang artinya), "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS Al Maidah: 3).
Kelima: Kebid’ahan mengandung celaan terhadap diri Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena bid’ah yang dianggap ibadah secara tidak langsung pelakunya menuduh bahwa Rosul tidak mengetahuinya atau Rosul mengetahuinya tapi menyembunyikannya, keduanya perkara yang sangat berbahaya.
Keenam: Kebid’ahan penyebab perpecahan umat Islam, karena jika pintu bid’ah dibuka lebar-lebar di hadapan umat Islam, tentu masing-masing akan membuat bid’ah, akibatnya apa yang terjadi di tengah-tengah umat sekarang ini dimana tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada padanya. Allah berfirman (yang artinya), "Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS Ar Rum: 32). Tiap-tiap golongan mengklaim bahwa "kebenaran ada pada kami dan kesesatan ada pada selain kami".
Allah telah berfirman kepada NabiNya (yang artinya), "Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka terpecah menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)." (QS Al An’am: 159-160).
Jadi jika umat Islam melakukan kebid’ahan-kebid’ahan maka merekapun akan terpecah-belah.
Ketujuh: Kebid’ahan bila merebak di tengah-tengah umat, maka akan melenyapkan sunnah, umat akan menjadi asing terhadap sunnah karenanya, meski didapati orang-orang yang melakukan bid’ah mengira tujuannya baik dan amalannya baik namun tepatlah atas mereka firman Allah (yang artinya),
"Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS Al Kahfi: 103-104).
Macam-Macam Syirik dan Bid'ah yang dilakukan;
Kasus di Kec. Terisi Kab. Indramayu
Secara sadar atau tidak seringkali kita terjebak pada perbuatan syirik dan bid’ah.
Latar belakang terjadinya
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya syirik dan bid’ah sangatlah banyak yang semuanya kembali pada tiga sebab yang utama:
Pertama: Kebodohan akan sumber-sumber hukum dan wasilah untuk memahaminya, sumber hukum syar’i adalah Kitabullah dan Sunnah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang diikutsertakan ke dalam keduanya dari perkara ijma’ dan qiyas.
Kedua: Mengikuti hawa nafsu dalam mengambil hukum, sehingga hawa nafsu dijadikan landasan utama sedangkan dalil dipaksa untuk mengikuti kemauan.
Ketiga: Berbaik sangka terhadap akal dalam hal penetapan syariat, padahal Allah menjadikan bagi akal batasan-batasan dalam mengetahui sesuatu dan tidak menjadikannya sebagai jalan untuk mengetahui segala sesuatu.
Kecamatan Terisi adalah bagian dari Kabupaten Indramayu yang terletak di wilayah bagian Barat dengan wilayah kebanyak tanah sawah dan hutan, letaknya cukup jauh dari pusat kota kabupaten, dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani.
Dilihat dari sudut keagamaan, kebanyakan di antara mereka adalah masyarakat awam, sehingga ini berpotensi melaksanakan agama berdasarkan turun-temurun yang sudah berakulturasi dengan budaya setempat—yang belum tentu islami.
Di antara kegiatan yang menyimpang dari sudut aqidah adalah:
a. Masih adanya kepercayaan malam jum’at datangnya ruh para leluhur dengan ditandai menyalakan kemenyan dan sesajen
b. Masih adanya kepercayaan terhadap dewa, terutama karena masyarakat petani dengan adanya mapag sri, ngunjung, sedekah bumi dan semacamnya
c. Masih adanya anggapan keramatnya pohon tertentu dan daerah tertentu
d. Jika sakit, atau mau hajatan dan keperluan lain masih ada yang datang ke orang pintar (dukun)
e. Masih adanya anggapa mengkeramatkan benda tertentu, misalnya batu, keris dan lainnya.
Sedangkan perbuatan dan perilaku bid’ah yang banyak dilakukan di kalangan masyarakat adalah:
a. Menyengaja berziarah pada hari raya
b. Menjadikan kuburan sebagai tempat berkumpul di hari raya
c. Mengadakan azan dan iqamat sebelum shalat ied
d. Mengucapkan kalimat “minal ‘aidin wal faizin
e. Mengadakan halal bi halal
Upaya-upaya yang harus dilakukan.
Dakwah kepada tauhid dan sunnah adalah memerintah kepada yang ma’ruf, dan peringatan dari kesyirikan dan kebid’ahan adalah mencegah dari yang mungkar. Dengan jalan inilah umat Muhammad akan menyandang predikat "sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia". Allah berfirman (yang artinya), "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS Ali Imran: 110).
Kepada para da’i, wajib untuk memperingatkan kaum muslimin dari kebid’ahan dan kesyirikan serta menyeru mereka kepada tauhid dan sunnah, di atas pondasi inilah dakwah dibangun, seperti firman Allah (yang artinya), "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung."(QS. Ali Imran: 104). Wal ilmu indallah.
Tentu strategi yang dlakukan dalam berdakwah agar efektif dengan melihat penyebab atau akar asalah yang ditimbulkannya, yaitu:
1. Mencerdaskan ummat dengan jalan pembelajaran dan dakwah secara intens di segala lini lapangan melalui al-Quran dan hadits
2. Melakukan sesuatu, terutama kaitannya dengan ibadah harus berlandaskan dalil yang kuat dan shahih
3. Dengan menggunakan rasio yang benar. Karena rasio jika digunakan dengan benar tidak akan bertentangan dengan agama.
Penutup / kesimpulan
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya syirik dan bid’ah sangatlah banyak yang semuanya kembali pada tiga sebab yang utama:
Pertama: Kebodohan akan sumber-sumber hukum dan wasilah untuk memahaminya, sumber hukum syar’i adalah Kitabullah dan Sunnah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang diikutsertakan ke dalam keduanya dari perkara ijma’ dan qiyas.
Kedua: Mengikuti hawa nafsu dalam mengambil hukum, sehingga hawa nafsu dijadikan landasan utama sedangkan dalil dipaksa untuk mengikuti kemauan.
Ketiga: Berbaik sangka terhadap akal dalam hal penetapan syariat, padahal Allah menjadikan bagi akal batasan-batasan dalam mengetahui sesuatu dan tidak menjadikannya sebagai jalan untuk mengetahui segala sesuatu.
Oleh karena itu strategi dakwah diarahkan pada tiga sebab utama di atas, sehingga dakwah dapat efektif dan tepat sasaran.