-->

ads

H. Dedi Wahidi (Dewa); Akankah ‘Turun Gunung’ Demi Indramayu?

Rabu, 10 April 2024

 

H. Dedi Wahidi (Gambar Wikipedia)

Oleh: Masduki Duryat*)


Salah satu tokoh besar dan berpengaruh baik di kalangan birokrasi, partai maupun ormas keagamaan—Nahdhatul ‘Ulama—adalah H. Dedi Wahidi, yang akrab dipanggil Dewa, putra asli kelahiran Indramayu.


Kiprah Dewa sangat banyak di beberapa lini dan vital bagi kehidupan bangsa—bahkan tidak sedikit yang sangat monumental—dalam upaya ‘mencetak’ generasi yang memiliki kecerdasan adversity. Kecerdasan adversity itu menurut Bambang Trim adalah spirit of survival dalam menghadapi ujian, tantangan, dan ‘terpaan angin hambatan’ untuk tetap tegak berdiri dan bahkan menjadi ‘pemenang’ dari berbagai hambatan tersebut.


Saat ini beliau masih menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PKB dan pada kontestasi politik tahun 2024 di Dapil VIII Jabar terpilih kembali, beliau sebelumnya berada di komisi X kemudian di komisi V dan juga pernah di komisi VIII. Tentu yang lama kiprah beliau ketika di komisi X bermitra dengan Kementerian Pendidikan—salah satu institusi yang bertanggung jawab membangun manusia Indonesia—yang kompetitif dan berselancar di era global dengan tetap berpijak pada kearifan lokal. Bantuan operasional Pendidikan yang kini dikenal dengan BOS adalah bagian dari pemikiran brilliyan beliau untuk membantu dunia Pendidikan dalam bentuk kebijakan politik anggaran ketika beliau berada di komisi X DPR RI. 


Kini, pada Kontestasi Pilkada 2024 akankah Dewa ‘turun gunung’ untuk ikut melakukan pembenahan dan Pembangunan di Indramayu menjadi daerah yang bisa dibanggakan, mengangkat harkat Indramayu keluar dari daerah zona dengan label termiskin di Jawa-Barat? 


Ini menarik untuk ditunggu, karena pada periode sebelumnya juga beliau santer diisukan akan ikut kontestasi Pilkada di Indramayu hanya karena kendala teknis yang menjadikannya mengurungkan niat, padahal antusisme Masyarakat sangat tinggi menunggu keputusannya untuk bisa mengikuti kontestasi. 


Dewa; Mengangkat Harga Diri Sekolah NU

Beliau selalu menyampaikan, kita harus tampil secara personal maupun institusional lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Tetapi kehebatan dan keunggulan juga tidak memiliki dampak apapun jika tanpa dibarengi dengan keteguhan dan konsistensi. Keteguhan dan konsistensi ini yang akan juga menjadi katalisator kemajuan. Banyak pemimpin yang tidak mampu ‘membumikan’ konsepnya karena filosinya ‘obor blarak’, hanya semangat di awal tanpa dikawal dengan konsistensi.


Ada cerita menarik yang sering beliau sampaikan pada setiap kesempatan, “Pada saat menjadi kepala SMP NU, beliau selalu datang lebih awal dan memakai baju, sepatu yang paling bagus, dengan maksud tidak ingin direndahkan oleh yang lain di setiap forum rapat”. Atau ketika beliau rapat sektor SMP di kantor Dinas pendidikan, “Buku beliau diambil oleh salah seorang kepala SMP, kemudian pada bukunya ditulis, KH. Hasyim Asy’ari tidak mewariskan sekolah, tetapi Pondok Pesantren”. 


Pada satu kesempatan ketika beliau meminta izin kepada ketua PC NU untuk mendirikan lembaga pendidikan NU, tidak direstui. Beliau juga pernah berjumpa dengan tokoh Ormas Keagamaan al-Irsyad dan mengatakan kepada beliau, “NU bukan partai, NU harus memiliki lembaga pendidikan untuk melakukan kaderisasi, kalau tidak NU tinggal nama—warisan sejarah—yang hanya dikenang bagian dari masa lalu”. 


Semua itu bagi beliau menjadi ‘pelecut’ semangat, untuk membuktikan pendirian institusi pendidikan NU bukan sekedar pelengkap tetapi mampu survive dan kompetitif dibandingkan dengan institusi pendidikan yang lain—termasuk yang dikelola oleh pemerintah—dan itu dibuktikannya dengan ‘hadirnya’ yayasan Darul Ma’arif yang berdiri megah di Desa Kaplongan Karangampel Indramayu, Jawa Barat dengan lembaga pendidikan terlengkap dari tingkat Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi dan Pondok Pesantren dengan sarana yang lengkap dengan nuansa yang ramah lingkungan. ‘Kampus hijau’ sedemikian megah dan menjadi salah satu kebanggaan Indramayu dan NU. 


Beliau selalu menghadirkan ‘rahmat’ di manapun posisi yang diamanahkan kepadanya. Ketika menjabat sebagai ketua PW NU Jawa Barat, beliau berkeliling ke beberapa kabupaten dan berdialog dengan bupati/wali kota untuk bersinergi dengan NU—sebagai ormas terbesar di Indonesia yang ‘berwajah’ ramah, berbasis kultural dalam berdakwah dengan Islam Nusantaranya—salah satunya perlu membangun gedung dakwah NU dan ini direspon dengan baik oleh para kepala daerah. Ketika peletakan batu pertama pembangunan gedung NU PW Jawa Barat, ketua PB NU ketika itu KH. Hasyim Muzadi sampai mengatakan “mulai saat ini status ‘ashabil kahfi’ saya cabut dari kepengurusan PW NU Jawa Barat”. Ini adalah millestone, tonggak sejarah karena NU Jawa Barat memiliki ‘rumah sendiri’ sehingga dengan tenang menyusun program dan mengimplementasikannya. 


Demikian pula ketika beliau menjabat ketua DPW PKB Jawa Barat, segera membangun gedung sendiri, yang biasanya ‘ngontrak’. Sehingga sungguhpun ketika beliau sudah menjadi anggota DPR RI dan tidak menjadi ketua DPW PKB lagi, kolega dan sahabat-sahabat beliau masih memanggilnya ketua. Dengan berseloroh mereka mengatakan, “bapak tetap menjadi ketua, yang lain adalah pengganti”.


Kehadiran beliau di tengah-tengah masyarakat—terutama dunia pendidikan—ketika beliau menjadi anggota DPR RI di komisi X, dengan antara lain ide BOS, PIP dan Bidikmisi atau KIP/K yang tidak hanya menjadi ‘rahmat’ bagi masyarakat Indramayu dan kab/kota Cirebon tetapi juga seluruh Indonesia. Dunia pendidikan menurut Dewa adalah sesuatu yang dinamis, dengan demikian selalu terus diupayakan perbaikan-perbaikan konstruktif sesuai dengan perkembangan jaman, lebih-lebih pendidikan kita saat ini jika diperhadapkan dengan bangsa lain masih belum kompetitif. Suatu ketika beliau pernah berujar: 


“Menurut saya upaya-upaya perbaikan di dunia pendidikan mutlak harus dilakukan, dengan posisi saya sebagai anggota DPR RI bagi saya adalah peran vital untuk melakukan perbaikan-perbaikan tersebut, kesempatan ini saya manfaatkan betul. Dan suatu ketika saya sebagai anggota komisi X melakukan Rapat Kerja dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Pariwisata ini adalah kesempatan yang baik untuk mencurahkan ide dan gagasan yang masih terpendam”. 


Biografi Singkat 

Nama lengkapnya H. Dedi Wahidi atau yang lebih akrab dipanggil Dewa. Beliau asli putra daerah Indramayu, kelahiran 15 Agustus 1957, anak kedua dari 8 bersaudara. Ayahnya bernama H. Hariri dan ibunya bernama Hj. Sholekhah. Nama-nama lengkap saudaranya adalah H. Khusaeni, H. Dedi Wahidi, Arsyad, H. Wahibi, H. Imron, Hj.Kumayah, Tobroni dan Laeliyah. Beragama Islam dan saat ini tinggal di Komplek Kampus Hijau, Jl. Raya Kaplongan No. 28 Karangampel, Indramayu Jawa Barat. 


Sebelum menjadi politisi beliau adalah seorang guru sekaligus pengelola pendidikan, yaitu sebagai Kepala Sekolah Menengah Pertama Nahdlatul Ulama (SMP NU Kaplongan), di samping itu juga beliau pernah tercatat sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor (GP. ANSOR) dan Ketua Lembaga Ma’arif NU Kabupaten Indramayu.


Pada tahun 2009, saat itu Dewa diberikan amanah oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), ini kali ketiga Dewa menjadi Legislator. Meski sebelumnya, pada tahun 1999 hanya sebagai anggota DPRD Kabupaten, itu pun hanya sebentar 1,5 tahun karena harus meneruskan pengabdianya sebagai eksekutif dengan posisi Wakil Bupati Indramayu.


Pada Musyawarah Wilayah (Muswil) III DPW PKB Jawa Barat yang berlangsung di Kabupaten Majalengka, seratus persen pemilih memberikan suaranya untuk Dedi Wahidi. Hal ini memang sudah diprediksi sebelumnya, karena hampir seluruh ketua DPC PKB yang dimintai pendapatnya memang menjagokan Dedi Wahidi. Menurut anggota yang lain, sosok Dedi bisa menjadi perekat bagi kekuatan NU-PKB Jawa Barat. Selain itu, jika dilihat dari rekam jejak dan riwayat pengalaman organisasinya, maka dedi sangat layak dan memenuhi kriteria kecakapan manajerial politik untuk memimpin dan membesarkan PKB Jawa Barat menghadapi perhelatan pemilu 2014. Pada perhelatan pemilihan kepala daerah Iawa Barat dirinya sedang dipersiapkan oleh PKB untuk maju sebagai kandidat Wakil Gubernur dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat yang digelar tahun 2013. Tapi beliau masih ingin konsen di DPR RI dalam menuntaskan program-program pemerintah—khususnya di komisi X—mitra pemerintah di bidang pendidikan. 


Pada 2020 lalu juga di perhelatan pemilihan bupati Indramayu, beliau banyak yang ‘meminang’, para tokoh partai, tokoh masyarakat dan ‘veteran’ pejabat datang ke beliau untuk bersanding dalam berkontestasi di pemilihan bupati tersebut. Berkali-kali beliau menyampaikan 90 % masih ingin memberikan kemashlahatan melalui perannya di DPR RI dan 10 % akan dialokasikan untuk mengabdi di daerah—Indramayu—itupun dengan ‘catatan kaki’—jika keluarganya merestui—dan ada alokasi anggaran yang disediakan serta menunggu hasil survey tentang elektabilitas beliau dan calon pasangannya.  


Sebab sebagaimana diketahui pemilihan bupati di pulau Jawa masuk kategori high cost. Dan ini problem tersendiri, sebab begitu bupati dan wakilnya dilantik maka ia masuk kategori—dalam bahasa DR. Syafii Antonio—gharimun kabir. Yang tentu program pertamanya adalah ‘balik modal’ lalu dengan berbagai cara, bila perlu dengan ‘jurus dewa mabok’ dilakukan yang terpenting ‘balik modal’ tadi. 


Dewa tidak ingin terjebak pada pusaran yang saling berkelindan tersebut dan menjerumuskannya pada jebakan korupsi. Korupsi—termasuk dengan OTT-nya—yang seringkali difragmentasikan oleh para pejabat kita. Sehingga tidak heran survey yang dilakukan oleh “Political and Economic Risc Consultancy” (PERC) Hongkong, masih menempatkan kita menjadi salah satu negara yang terkorup Asia dan Masyarakat Transfaransi Internasional masih menempatkan Indonesia menduduki “sepuluh besar” kasus korupsinya di dunia. 


Dengan pengalaman 1,5 tahun di DPRD, Dewa sangat memahami betul tugas dan fungsinya sebagai seorang legislator. Sehingga tanpa perlu waktu lama untuk beradaptasi di DPR RI, langsung move on di komisi X yang di antara mitra kerjanya adalah Menteri Pendidikan, Kebudayaan Dan Pariwisata (pada saat itu).


Dunia pendidikan menurut Dewa merupakan sesuatu yang dinamis dan investasi jangka panjang karena orientasinya adalah human investment, dengan demikian selalu terus diupayakan perbaikan-perbaikan konstruktif sesuai dengan perkembangan jaman, lebih-lebih pendidikan kita jika diperhadapkan dengan kualitas pendidikan negara lain masih belum kompetitif. 


Dengan basic pengalamannya pernah menjadi pelaku pendidikan, Dewa optimis dapat mengambil peran untuk perbaikan pendidikan Indonesia melalui tugasnya di Komisi X DPR RI. 


Dua periode Dewa di Komisi X yaitu periode 2009-2014 dan 2014-2019, termasuk pernah tercatat sebagai anggota badan pengkajian MPR RI pada periode 2014-2019. Banyak hal yang sudah dilakukan beliau ketika berada di parlemen untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, khususnya di dunia pendidikan.


Periode 2019-2024, untuk ketiga kalinya Dewa berkantor di Senayan setelah dilantik pada tanggal 1 Oktober 2019. Kali ini, Dewa ditunjuk oleh pimpinan fraksi untuk bertugas di komisi V, komisi yang lebih dikenal dengan komisi Infrasturuktur, Transportasi, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, dan Pencarian dan Pertolongan. Di antara mitra kerjanya adalah dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Beliau tetap berharap dengan optimistik pada tugasnya yang baru dapat terus memberikan kemashlahatan bagi proses pembangunan bangsa dan negara. Tahun 2024 Dewa kembali terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil VIII Jabar. 


Nasab Dewa

H. Dedi Wahidi yang lahir pada 15 Agustus 1957, Adalah anak ke dua dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama H. Hasan Hariri dan ibunya bernama Sholihah. Keturunan dari ibu Syu’aedah dan bapak kyai Salim. Ibu Syu’aedah adalah anak dari bapak kyai Arsyad yang memiliki tiga orang istri Ny. Sa’diyah, Ny. Salamah dan Ny. Samrah. Beliau merupakan keturunan dari istri pertama yang bernama  ibu Sa’diyah. Buyut Arsyad adalah salah satu pejuang yang melawan pendudukan Jepang di Indonesia dan beliau wafat dikuburkan di Blok Masjid Kaplongan Lor. Buyut Arsyad keturunan dari bapak kyai Muslim (Blok Masjid Kaplongan Lor). Jika dilihat silsilahnya kyai Muslim adalah keturunan dari Ny. Maryam (Blok Masjid Kaplongan Lor). Ny Maryam adalah keturunan dari bapak kyai Marwan (Blok Pesantren Kaplongan) dan beliau adalah anak dari bapak kyai Bidon (Wanantara Sumber) yang merupakan keturunan dari Pangeran Jaya Penegas (Demak).


Dewa dan Pilkada Indramayu 2024

Dewa dari sisi elektabilitas tidak diragukan lagi, menjadi pemenang beberapa kali pada kontestasi anggota legislative DPR RI adalah sebuah pembuktian nyata. 


Semua berpulang pada Keputusan Dewa, Masyarakat Indramayu masih menunggu kiprahnya untuk kembali memimpin Indramayu. Akankah ini mewujud dalam realitas atau beliau akan ‘mengutus’ kader terbaiknya? Karena beberapa kader sentuhannya juga sekarang terpilih nyaris di semua Dapil menjadi anggota legislatif Indramayu, termasuk adik kandungnya Tobroni, S. Pd., M. Pd., yang juga terpilih menjadi anggota legislatif PKB Provinsi Jawa Barat. 


Disandingkan dengan siapapun Dewa memiliki optimism dan sekarang di Indramayu PKB hasil pemilihan legislatif 2024 PKB mendapatkan 10 kursi atau sebanyak 120.705 suara (18.4 %). Modal suara yang menjadi pemantik PKB untuk mengusung calon kepala daerah sendiri. Perolehannya naik secara signifikan dari pemilu sebelumnya, suara PKB hanya kalah dari Partai Golkar dengan jumlah suara 154.818 (23.6%) kemudian di bawah PKB ditempati PDIP yang memperoleh suara 112.688 atau 17.17 %. 


*)Penulis adalah Dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Ketua STKIP Al-Amin Indramayu, tinggal di Kandanghaur


0 comments: