-->

ads

‘Reinkarnasi Tsa’labah’ dan ‘Tangan-Tangan Penuh Kasih’ di Tahun 2024

Senin, 08 April 2024

 Oleh: DR. H. Masduki Duryat, M. Pd.I*)


Tahun 2024 sebentar lagi menjelang, tahun perhelatan dan kontestasi politik di Indonesia untuk pemilihan Presiden, calon anggota legislative dan kepala daerah. Dinamika dan konstelasinya—terutama pada pemilihan Presiden--sudah terasa dari sekarang, yang kalau kita bercermin pada media sosial, polarisasi dan kecenderungan pada black campaign maupun negative campaign sudah sangat kentara. 


Sisi lain tahun 2024 akan memunculkan ‘orang-orang baik’ dengan ‘tangan penuh kasih’ berjanji, menyapa dan ‘memberi’ kepada masyarakat. Orang-orang semacam ini yang dalam terma agama mirip dengan perilaku Tsa’labah, sahabat Nabi Muhammad SAW., yang ingin didoakan menjadi orang sukses sambil mengobral janji.


Tahun 2024 juga akan semakin menegaskan bahwa eksistensi rakyat diakui, ada dan nyata, lalu berikutnya akan dilupakan dan dicampakkan. 


Tsa’labah Bin Khatib; Pengingkaran Janjinya yang Diabadikan al-Quran

Dikutip dari buku Lembaran Kisah Mutiara Hikmahnya Dian Erwanto, Tsa'labah memiliki kehidupan yang susah. Ia dikenal sebagai orang yang miskin dengan harta yang sangat terbatas, bahkan terkadang pakaiannya pun harus dikenakan bergantian dengan sang istri. Tetapi tidak pernah tinggal shalat berjamaah bersama Rasulullah. 


Pada suatu hari Tsa'labah keluar dari masjid tanpa memperhatikan doa setelah sholat. Nabi Muhammad SAW kemudian bertanya kepadanya, "Mengapa setelah sholat engkau bersikap seperti orang munafik yang terburu-buru keluar masjid?"


Tsa'labah menjawab, "Ya Rasulallah, saya terburu-buru keluar karena saya dan istri saya hanya memiliki selembar pakaian yang sedang saya pakai ini, jadi saya menggunakan pakaian ini sedangkan istri saya telanjang di rumah, lalu saya menjumpainya untuk memakai pakaian ini untuk shalat sedangkan saya telanjang, oleh sebab itu doakanlah saya agar dikaruniai harta melimpah."


Rasulullah SAW menjawab, "Wahai Tsa'labah, sesungguhnya harta yang sedikit yang disyukuri itu lebih baik dari pada harta banyak yang tidak bersyukur."


Tapi tetap setiap kali Tsa'labah bertemu Rasulullah SAW, ia selalu meminta untuk didoakan agar menjadi orang yang kaya.


Di suatu saat Tsa'labah datang lagi menghadap Rasulullah SAW untuk kedua kalinya dan berkata, "Ya Rasulullah, doakanlah kami agar Allah melimpahkan harta kepadaku."


Rasulullah menjawab "Tidakah engkau mempunyai teladan baik pada diri Rasulullah? Demi Allah seandainya saya ingin mengubah gunung itu menjadi emas dan perak, niscaya itu akan terjadi."


Rasulullah SAW menolak mendoakan Tsa'labah agar ia bisa mensyukuri atas rezeki yang dimilikinya.


Hari berganti, Tsa'labah kembali menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, doakanlah kami agar dikaruniai harta melimpah, demi Dzat yang telah mengutus engkau sebagai seorang Nabi, maka karuniakan lah harta kepadaku pasti aku akan memberikan hak-hak kepada yang berhak."


Kemudian Rasulullah mendoakan Tsa'labah agar diberi harta yang melimpah, lalu beliau memberikan sepasang kambing yang pada akhirnya berkembang sangat pesat. Kambing ini diberkahi Allah SWT sehingga berbeda dengan kambing-kambing lainnya.


Kambing ini layaknya ulat yang berkembang biak dengan cepat dan banyak dalam waktu singkat. Seluruh kota penuh dengan kambing Tsa'labah.


Dia pun kemudian pindah dari kota satu, ke kota lainnya karena kambing-kambing yang terus berkembang biak. Tsa'labah juga tinggal di desa agar memiliki cukup ruang untuk beternak kambing.


Semakin hari semakin banyak kambing milik Tsa'labah. Ia pun mulai sibuk dengan aktivitas barunya sehingga sering melewatkan majelis dan juga melewatkan sholat berjamaah. Lama kelamaan, Tsa'labah hanya datang ke masjid ketika sholat Jumat. Hingga pada akhirnya ia benar-benar tidak datang ke masjid lagi untuk sholat.


Suatu hari, Rasulullah SAW teringat kepada Tsa'labah, beliau bertanya kepada para Sahabat: Apa yang dikerjakan Tsa'labah?


Para Sahabat menjawab: Dia memelihara kambing yang banyaknya memenuhi desa ya Rasulullah.


Rasulullah Saw. menjawab: Celakalah Tsa'labah. Kemudian Allah memerintahkan zakat, maka Rasulullah SAW mengutus dua orang untuk memungut harta zakat. Dua orang itu disambut baik oleh masyarakat yang memberikan harta zakatnya.


Lalu mereka sampai kepada Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Akan tetapi Tsa'labah tidak bersedia memberikan zakat dan malah menghina.


Kemudian Allah menurunkan wahyu yang dijelaskan dalam Al-Qur'an surat al-Taubah ayat 75-76: “Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).”


Politisi; Reinkarnasi Tsa’labah?

Tsa’labah ingin sukses minta restu Rasulullah bahkan sampai berjanji, “saya akan memenuhi hak-hak orang miskin”, dalam Bahasa al-Quran menyebutnya “akan bersedekah dan dan niscaya saya akan tergolong orang-orang yang baik”.  Tetapi setelah sukses perilakunya sangat paradoks; tidak memenuhi janjinya untuk memberikan hak-hak orang miskin, bahkan yang lebih tragis ia berpaling dan penentang kebenaran.


Pada tahun 2024 nanti akan muncul ‘orang-orang baik’ dan penuh ‘tangan-tangan kasih’ menawarkan bantuan sambil mengumbar janji-janji manis, dan meninabobokan rakyat kecil, lalu berteriak “saya berada di tengah-tengah rakyat miskin’. Tetapi setelah dipilih dan menjadi seorang pemimpin, semuanya sirna, bahkan nuranipun ditentangnya. Ia berpaling dan membelakangi kebenaran—seperti yang diungkapkan kitab suci QS. Al-Taubah: 75-76


Pemimpin itu harus diikuti dan ditaati karena kepribadian, ucapan dan tingkah lakunya yang saling berkelindan, bukan hanya lipservice—seperti janji-janji para politisi kita—yang menurut M. Alfan Alfian  adalah lazim-lazim saja. Kalau Rene Descartes beradagium cogito ergo sum—aku perpikir, maka aku ada—pemimpin politik; aku berjanji maka aku ada. Politisi selalu berdalih, janji kampanye itu satu hal, realisasi adalah hal lain. Ini mirip sindiran mantan PM Uni Soviet Nikita Khrushchev politisi itu semuanya sama; mereka janji membangun jembatan, meskipun tidak ada sungai.


Kalau ini yang terjadi reinkarnasi Tsa’labah benar-benar telah mewujud dalam realitas dan dalam bentuk politisi-politisi kita di berbagai partai, para politisi yang Alfan Alfian menyebutnya sebagai politisi kerdil, culas dan tidak matang.


Politisi Kerdil; Berbagai Cara Dilakukan untuk Mempertahankan Kekuasaan

Politisi kerdil, culas dan tidak matang akan memainkan segala cara untuk meraih dan mempertahankan kekuasan. Bila perlu dengan janji-janji manis, menipu dan membohongi rakyatnya, lalu pada saat yang sama menikam dari belakang dengan melakukan tindakan-tindakan amoral, misalnya korupsi. Mensejahterakan rakyat hanya sebatas jargon, selebihnya memperkaya diri dan kroninya.


Fenomena demikian, dalam konteks tertentu lazim diistilahkan Machiavellistik atau kalau dikontekstualkan dengan pengalaman politik legenda kekuasaan politik Jawa, Ken Arokistik. 


Dalam Bahasa Kuntowijoyo politisi semacam ini disebutnya miopik, politik yang membuat para pelunya berkacamatakuda. Politik yang hanya digunakan untuk persoalan-persoalan jangla pendek dan pragmatis. 


Kata Kuntowijoyo, “Kita sungguh takut bahwa dengan berpolitik … jadi miopik, hanya mampu melihat realitas-realitas yang dekat. Orientasi bahwa kekuasaan akan menyelesaikan banyak hal, ternyata hanya benar dalam jangka pendek. 


Kita hawatir totalitarianism politik dengan sindiran novelis George Orwel—seperti ditulis kembali oleh Alfan Alfian, ketika semua masalah adalah masalah politik, sementara politik itu sendiri adalah kebohongan, penggelapan, kebodohan, kebencian, dan skizofrenia—yang dilakukan secara—masif. 


Ektrim memang pandangan Orwel ini, walau pada konteks yang berbeda Nixon berpandangan ekstrim sebaliknya; politik itu mulia, saya menolak pandangan sinis, bahwa politik itu urusan kotor. 


*Penulis adalah Dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Ketua STKIP al-Amin Indramayu, Tinggal di Kandanghaur Indramayu



0 comments: