-->

ads

Indramayu Menunggu ‘Dewa’

Kamis, 16 Mei 2024


Oleh: Masduki Duryat*)


Menjelang Pilkada 2024, politik tebar pesona dipertontontan oleh para pemimpin di daerah—tidak terkecuali di Indramayu—terutama diperlihatkan oleh incumbent yang akan maju kembali pada kontestasi Pilkada 2024. Mulai dari pertemuan dengan kader di tiap jenjang dan level sampai pemberian bantuan yang jumlahnya sangat fantastis, termasuk penggalangan massa yang dibungkus dengan aneka program.


Politik tebar pesona dan pencitraan dalam kacamata postmodern pada pandangan A. Bakir Ihsan sarat dengan kuasa, di dalamnya ada muatan kepentingan dan hasrat dari para penyampainya. Dalam konteks semiotika politik, wacana ini disebut Ihsan sebagai bagian politik pencitraan (politics of image) untuk meraih citra politik (politics image). Inilah yang terjadi di tengah arus teknologi informasi; politik lebih mengarah pada proses pencitraan yang di dalamnya penuh dengan distorsi, simplikasi, bahkan deviasi. Semua ini bisa berimplikasi pada manipulasi dan pembodohan rakyat. 


‘Dewa’, Pemimpin Penempuh Jalan Sunyi

Di tengah kamuflase dan paradoksal kehidupan Masyarakat Indramayu; pemimpinnya sering mendapatkan penghargaan tetapi realitas kehidupan masyarakatnya termiskin di Jawa Barat, dibutuhkan pemimpin otentik. Pemimpin otentik yang tidak perlu bedak dan gincu. Pemimpin yang tidak tidak takut keramaian, kerumunan, juga pada kesepian dan kesendirian. Ia tidak perlu polesan. Pemimpin yang mampu merubah kerumunan menjadi barisan, jamaah, para pengikut yang visioner, para kader yang mumpuni. Di wilayah dan segmen apa saja, termasuk pilitik, pemimpin sejati tetap sejati. Karakternya tidak akan luntur oleh godaan. 


Di tengah ‘kekeringan’ kepemimpinan yang meminjam Bahasa Adlan Da’i tidak ‘berittihadnya suasana kebatinan dengan rakyat’, Indramayu menunggu kehadiran ‘Dewa’ (Dedi Wahidi) untuk melakukan pembenahan ‘kampung halamannya’ ibu pertiwi yang sudah menjadikannya pada titik yang harus ‘pulang kampung’ dan ‘berbalas budi’ agar ibu pertiwi tidak selalu ‘meratapi kesedihanya’ karena ‘nasibnya’ tertinggal jauh dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat, padahal ‘hidupnya sangat berkecukupan’ hanya karena salah urus. 

Berdosa rasanya kalau Dewa membiarkan ratapan ibu pertiwi itu terus berkelanjutan.


Dewa; Paket Komplit

Sangat beralasan kalau Indramayu ‘menunggu’ Dewa, karena sederet pengalaman yang akan menjadi garansi pada kepemimpinannya. Pernah menjadi birokrat—wakil bupati—menjadi pemimpin organisasi keagamaan terbesar—NU—baik di Indramayu, maupun Jawa Barat, mempin Partai politik yang disegani Tingkat jawa Barat—PKB—dan juga menjadi anggota legislative beberapa periode, belum lagi sederet jabatan lainnya. 


Dewa adalah paket komplit, kalau Sun Tzu sebagaimana diadaptasi oleh Alfan Alfian pernah menyampaikan bahwa kepemimpinan itu gabungan unsur kecerdasan, sifat amanah, rasa kemanusiaan, keberanian dan disiplin. Itu ada pada performa seorang Dewa. Kata Sun Tzu, hanya ketika seseorang memiliki kelima unsur itu kemudian manyatu dalam dirinya, dan masing-masing dalam porsi yang tepat, baru dia layak dan bisa menjadi seorang pemimpin sejati. 


Sejarah bisa dimanipulasi secanggih mungkin, tetapi Dewa tidak. Emas tetap emas kendatipun dimasukkan ke comberan.


Kalau para kyai dan tokoh Masyarakat Cirebon meminta Dewa untuk ikut berkontestasi Pilkada 2024 dan ada garansi untuk bisa memimpin Cirebon, alangkah sedih dan menderitanya Masyarakat Indramayu. Ini milestone yang tidak akan terulang dua kali, Dewa harus turun gunung, Masyarakat Indramayu menunggu kepemimpinan dan sentuhan kasihnya. 


Dewa dalam kalkulasi politik Indramayu dipasangkan dengan siapapun akan memenuhi ruang optimisme untuk bisa memimpin Indramayu. Apalagi jika dipasangkan dengan kandidat lain yang popularitas dan elektabilitasnya tinggi, baik kader dari sisi kewilayahan ataupun lainnya. Kampus Hijau “Darul Ma’arif“ yang sangat megah dan semua Lembaga Pendidikan ada di sana adalah realitas sentuhan kepemimpinannya dan ditasbihkannya kembali untuk menjadi anggota DPR RI adalah bukti elektabilitas dan keberterimaan Masyarakat akan ekssistensi dan kiprah seorang Dewa. 


*)Penulis adalah Dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Ketua STKIP al-Amin Indramayu, Tinggal di Kandanghaur


0 comments: