-->

ads

Covid-19; Pola Makan dan Syariat Puasa

Jumat, 13 Agustus 2021

 

Pola makan sehat (gambar masakapahariini.com)

Oleh: DR. H. Masduki Duryat, M. Pd.I*)


Banyak pakar memprediksi bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia akan mengalami puncaknya pada bulan Mei sampai awal Juni 2020. Tetapi itu semua juga sangat bergantung pada sikap dan kedisplinan masyarakat, apalagi ditambah ada kekhawatiran pemerintah Indonesia tidak siap menghadapi virus mematikan di tengah korban jiwa di seluruh dunia yang menyentuh angka 3.000 orang ini. 


Sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, Singapura dan Iran, tercatat memiliki kasus Corona lebih dahulu dari Indonesia. Namun, sistem penanggulangan Covid-19 di Korea Selatan dan Singapura dianggap mampu meredaam penyebaran virus tersebut. 


Korea Selatan bahkan menjadi negara pelopor yang menerapkan sistem pemeriksaan Covid-19  dengan drive-through demi mempermudah masyarakat untuk memeriksakan diri. 


Covid-19 dan Penyebabnya

Dalam alodokter.com disebutkan Virus 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina dan ke beberapa negara.

Terlepas dari teori konspirasi tentang faktor penyebab munculnya Covid-19, banyak pakar menyampaikan bahwa virus Corona adalah jenis virus baru yang dengan cepat menjadi masalah serius kesehatan dunia. 


Kompas.com melansir bahwa dugaan sementara virus Corona di Wuhan berasal dari kelelawar. Sup kelelawar merupakan sebuah hidangan popular di kota Wuhan. Menurut Media Daily Star yang dikutip Tempo.com sup kelelawar mungkin bisa disalahkan menjadi penyebab virus Corona. Dalam South China Morning Post Pasar Makanan Laut Huanan yang juga dikutip Kompas.com merupakan pasar yang menjadi sumber wabah virus ini. Di Pasar ini dijual 100 varietas hewan dan unggas hidup, mulai dari Rubah hingga Serigala, Musang bertopeng, Kepiting Udang, Kura-Kura, Ular, Tikus, Landak Burung, dan lainnya. Di Wuhan China  juga ada sekitar 10 ribu anjing liar yang dimakan setiap tahunnya di Festival Yulin Gong. Kemudian memakan darah babi beku, dan makan ular menjadi hal yang biasa di China. Sup ular menjadi symbol kekayaan, keberanian, dan kehormatan. China memiliki pola hidup yang liberal, mengkonsumsi makanan yang langka dan tak biasa sudah dianggap sebagai identitas status social yang tinggi. 


Pola Makan

Dengan ilustrasi pola hidup yang difragmentasikan orang China yang ekstrim, patutlah diambil ibrah—pelajaran—bahwa ketika Tuhan mengharamkan makanan yang menjijikkan, bertaring, apalagi babi yang secara sharih diharamkan dan sejenisnya—apalagi bagi seorang Muslim—sejatinya untuk memuliakan manusia. Sebab haram bermakna mulia, itu kenapa pola makan manusia diatur dengan regulasi melalui wahyu; “Hai sekalian manusia, makanlah kamu semua apa-apa yang ada di muka bumi yang halal lagi bergizi dan janganlah mengikuti langkah-langkah syetan. Sesugguhnya syetan itu musuh yang  nyata bagimu”. (QS. 2: 168)


Pertanyaannya kenapa pola makan manusia diatur karena manusia dipersiapkan sebagai khalifah—pemimpin di muka bumi ini. Sebagai seorang khalifah maka harus berhati-hati dalam mengatur pola makannya. Sebab jika tidak, maka posisi manusia bisa lebih rendah daripada binatang. Manusia cenderung serakah, sementara pada hewan pola makannya tidak diatur karena hewan memiliki pola insting, carnivora tidak akan berubah menjadi herbivora  demikian pula sebaliknya. Pola hidup yang serakah dan berlebihan pada manusia ini yang—pada konteks agama—mengundang ‘murka’ Allah. 


Syetan akan selalu membuat jebakan baru melalui pola makan ini agar manusia terseret ke dalam langkah-langkahnya. Berapa banyak di antara kita yang berkelahi, berebut jabatan, bermusuhan, memutarbalikkan yang halal menjadi haram. Kebenaran menjadi ‘abu-abu’, bahkan syetan memunculkan permusuhan dan pembunuhan sampai sampai kepada peperangan dalam mempersoalkan ‘makan’ ini.


Dengan demikian, jika manusia ingin benar-benar mengimplementasika fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, maka hendaklah manusia mencari makan yang halal lagi bergizi serta tidak mengikuti langkah-langkah syetan.


Syariat Puasa

Dalam puasa Ramadhan, manusia yang beriman dituntun untuk bukan hanya makanlah yang halal lagi bergizi. Tetapi manusia yang beriman juga ditarbiyahi untuk kapan saatnya yang halal dan bergizi itu harus ditunda dulu untuk sementara. Ini berarti mangandung makna pengendalian diri, bukan hanya terhadap barang yang haram saja. Tetapi juga mampu mengendalikan diri terhadap barang yang halal dan bergizi dalam konteks taat kepada Allah.


Dengan demikian, manusia yang beriman diajak untuk lebih meningkatkan diri menuju tingkat kemuliaan selaku khalifahNya di muka bumi. Syariat yang diturunkan di sini ukan hanya sekedar menahan 14 jam dalam siklus waktu sehari semalam, tetapi secara terus-menerus dilaksanakan selama satu bulan untuk mendapatkan tingkat kontinuitas dan konsistensi yang tinggi selaku khalifah. Sebab kalau dilakukan dalam kurun waktu sehari saja, manusia cenderung bersifat semu dan penuh kepura-puraan. Tetapi dengan syariat selama satu bulan secara terus-menerus ini manusia dituntun untuk selalu taat azaz. 


Inilah karakteristik orang yang bertaqwa. Karena itu, maka di ujung akhir ayat perintah puasa Ramadhan itu disebutkan agar kita menjadi orang yang bertaqwa; “Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada  orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa”. (QS. 2: 183)

Wallahu a’lam bi al-shawab


*)Penulis adalah dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Wirapanjunan Kandanghaur Indramayu


0 comments: