-->

ads

Covid-19; Teori Konspirasi, Al-Quran dan Imunitas Tubuh

Sabtu, 14 Agustus 2021
Al Quran (Gambar madaninews.id)


Oleh: DR. H. Masduki Duryat, M. Pd.I*)


Bahwa Covid-19 menjadi virus yang berbahaya dan sedemikian cepat menyebar, semua sepakat. Sampai saat ini saja negara-negara di dunia melaporkan adanya peningkatan kasus terjadi setiap harinya. Jhon Hopkins University per Jum’at (10/04/2020) melaporkan jumlah kasus Corona di dunia sudah mencapai 1,6 juta—hal itu belum ditambah sejumlah negara yang belum melaporkan kasusnya. Dari jumlah tersebut, lebih dari 90.000 pasien telah meninggal dunia. Sementara, lebih dari 355.000 orang telah dinyatakan sembuh. Sedangkan di Indonesia sebagaimana dilaporkan Radar (17/04/2020) trend orang yang terpapar Covid-19 selalu naik dan bahkan prediksi puncak pandemi Corona estimasi pasien terpapar mencapai 95.000 kasus yang terjadi di awal Mei hingga awal Juni 2020. 


Tetapi yang menjadi faktor penyebab munculnya virus Corona, tidak semua sepakat. Karena ada yang berpandangan yang menjadi penyebab awal virus ini adalah faktor pola makan yang ekstrim—khususnya di Wuhan China—dari binatang berpindah ke manusia. Tidak jarang juga yang berpandangan bahwa virus Corona adalah akibat konspirasi. Sebut saja misalnya pernyataan Duta Besar China untuk Amerika Serikat, Cui Tiankai bahwa Angkatan Darat AS secara sengaja membawa virus ke Wuhan pada Oktober 2019. 


Covid-19; Teori Konspirasi

Tentang penyebab munculnya virus Corona, ada beberapa pandangan yang berbeda. Dari sekian pandangan itu yang lazim sebagaimana diberitakan berbagai media awalnya Kasus virus Corona ini sebagaimana diketahui berawal dari kota Wuhan China. Tragedi ahir tahun 2019 ini terus berlanjut hingga penyebaran virus Corona mewabah dan menjadi pandemi ke seluruh dunia. 


Covid-19 ini diduga terkait dengan pasar hewan Huanan di Wuhan yang menjual berbagai jenis daging binatang—termasuk yang tidak biasa dikonsumsi—seperti ular, kelelawar, dan berbagai jenis tikus. Infeksi pneumonia misterius ini kemudian menular kepada manusia dan menjadi penyakit radang paru. Penularannya sangat cepat sehingga WHO menetapkan pandemi virus Corona atau Covid-19 pada tanggal 11 Maret 2020. 


Tetapi ada yang berpandangan—ini beredar juga beritanya secara liar di media—bahwa penyebab virus ini adalah konspirasi Amerika Serikat dan tidak jarang bermotif ekonomi, persaingan dagang. Cui Tiankai (Duta Besar China untuk AS) menyatakan Angkatan Darat AS secara sengaja membawa virus ke Wuhan pada Oktober 2019. Daniel Jolley dan Pia Lamberty (Kompas.com) juga mengatakan bahwa virus ini akibat dari konspirasi senjata biologis yang sengaja dibuat dan direkayasa oleh Badan Intelijen Pusat (CIA) AS sebagai cara untuk berperang di China. Sementara teori lain berpandangan bahwa pemerintah Inggris dan Amerika Serikat memperkenalkan virus ini sebagai cara untuk menghasilkan uang dan vaksin. Iran dan China sebagai negara yang paling terdampak, menuding AS sengaja menciptakan virus Corona sebagai senjata biologis. 


Sebaliknya AS menuduh virus Corona ini berasal dari Lab. Wuhan China (Radar, 17/04/2020). AS sejauh ini meyakini bahwa virus Corona ada korelasinya dengan penelitian untuk mengembangkan senjata biologis.  Seorang petinggi intelijen AS bahkan mengatakan, saat ini tengah menyelidiki salah satu laboratorium di Wuhan yang secara tidak sengaja merilis virus tersebut ke publik. 


Teori-teori konspirasi inipun kemudian dibantah oleh temuan penelitian terbaru jurnal Nature Medicine yang menganalisis susunan genetik virus Corona menyebutkan tidak ada bukti Covid-19 adalah buatan manusia atau hasil rekayasa. Salah seorang peneliti Kristian Andersen, seorang profesor Imunologi dan Mikrobiologi di Scripps Research mengatakan dengan membandingkan data sekuens genom yang tersedia untuk strain corona virus ini memperkuat uji penelitian. “Kita dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS CoV-2 berasal/melalui proses alami”. 


Tetapi terlepas dari teori konspirasi yang masih debatable itu, wabah Covid-19 yang berkembang sedemikian cepat harus diantisipasi. Sebab jika tidak, korban akan terus bergelimpangan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat imunitas tubuh. Imunitas tubuh itu bisa dilakukan di antaranya dengan banyak membaca al-Quran. 


Al-Quran; Obat Jasmani?

Ketika Allah menurunkan wahyu kepada Musa AS difirmankan kepadanya: “Wahai Musa akan Aku berikan kepada ummat Muhammad dua sinar yang cemerlang agar mereka tidak terjebak dalam menghadapi dua kegelapan”, Musa langsung menyahut “Ya Allah apa yang dimaksud dengan dua cahaya cemerlang itu? Dua cahaya cemerlang itu adalah cahaya Ramadhan dan cahaya al-Quran. Lalu Musa bertanya lagi, apa yang dimaksud dengan dua kegelapan? Dua kegelapan itu adalah kegelapan alam kubur dan kegelapan hari kiamat”. 


Dialog Allah SWT. dan Musa AS. ini mengindikasikan kepada kita ummat Muhammad SAW. akan adanya karunia dan kelebihan yang diberikan kepadanya yang tidak diberikan kepada ummat lain. Sehingga adalah sebuah kewajaran jika ummat Islam memanfaatkan Ramadhan—yang sebentar lagi tiba—untuk berpuasa secara sungguh-sungguh pada siang harinya dan mengkaji ayat-ayat al-Quran secara intens di siang dan malam harinya. Firman Allah pada ayat yang lain jelas-jelas menyatakan bahwa al-Quran ini diwariskan kepada para hamba-Nya yang terpilih—ummat Muhammad SAW. 


Salah satu dari sekian nama al-Quran adalah al-Syifa yang bermakna obat penyembuh (QS. 17: 82). Obat pada ayat tersebut pada pandangan ulama; Pertama, berkaitan dengan penyakit hati, menghilangkan tirai kebodohan dan menghapus keraguan akan kebesaran dan tanda-tanda kekuasaan-Nya; Kedua, obat penawar penyakit lahir seperti sakit kepala, inveksi dan penyakit lainnya. 


Ada beberapa indikasi yang menguatkan pandangan kedua ini, paling tidak misalnya; Pertama, hadits-hadits nabi yang mengindikasikan berobat dengan ayat al-Quran. Dari hadits Rasulullah mengabarkan bahwa Rasulullah melindungi diri dari segala penyakit  dan serangan musuh dengan bacaan ta’awudz dan beberapa kalimat dzikir. Tetapi setelah turunnya QS. Al-Falaq dan al-Nas, Rasulullah mencukupkan dengan kedua surat tersebut. Sahabat Sa’id al-Khudri pernah menyembuhkan seseorang yang terkena sengatan ular dengan bacaan ayat “Alhamdulillahi rabbi al-‘alamin” sebanyak tujuh kali; Kedua, berdasarkan kaidah ushuliyah. Misalnya kaidah ushul fiqh yang populer “Pembicaraan apabila memungkinkan mengarah kepada pengukuhan (substansi yang sudah disampaikan) atau mendasari (substansi baru yang belum pernah tersampaikan), maka mengarahkannya kepada yang ke dua adalah lebih unggul”.  Dalam konteks ini mengarahkan QS. 17: 82 kepada obat penyakit lahir lebih utama sebagai informasi baru yang belum pernah disampaikan sebelumnya. Hal ini lebih baik ketimbang mengarahkannya kepada pemahaman al-Quran sebagai obat penyakit batin yang sudah banyak dijelaskan ayat-ayat lain. 


Al-Quran; Imunitas Tubuh dari Covid-19

Menurut para ahli kesehatan, salah satu cara terbaik melawan Covid-19 adalah dengan meningkatkan imunitas. Daya tahan tubuh antara lain dapat diperoleh dengan membaca al-Quran—sebagaimana disebutkan di atas, al-Quran adalah syifa’, obat—dan tentu juga dibarengi dengan pola hidup sehat, makanan dan minuman dan vitamin lainnya. 


Membaca al-Quran itu membuat pembacanya menjadi tenang. Ketenangan—dari sisi kejiwaan—akan menjadi daya imunitas tubuh melawan serangan penyakit. 


Dengan mengadopsi bahasa Ahmad Syaikhu untuk memperkuat pandangan ini misalnya menyodorkan hasil riset ahli penyakit jantung dan direktur lembaga pendidikan  dan penelitian kedokteran Islam di AS. Ada 210 pasien sukarela selama 48 kali pengobatan yang dibarengi dengan pembacaan al-Quran atau memperdengarkannya. Hasilnya, 77% dari smple acak yang terdiri dari muslim dan non-muslim menampakkan adanya gejala pengenduran syaraf yang tegang dan selanjutnya menimbulkan ketenangan jiwa. Semua gejala tersebut direkam dengan alat pendeteksi elektronik yang dilengkapi dengan komputer untuk mengukur setiap perubahan yang terjadi dalam tubuh selama pengobatan. 


Masih menurut Ahmad Syaikhu yang juga mengutip pandangan al-Qadhi, berkurangnya ketegangan syaraf ini mampu mengaktifkan dan meningkatkan daya imunitas tubuh dan memperoleh proses kesembuhan pasien. Syaikhu bahkan menyodorkan fakta—seperti dilansir Gatra—seorang pasien berinisial ‘J” dari kabupaten Majene, Sulawesi Barat, yang sebelumnya dinyatakan positif Covid-19. Setelah menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Sulawesi Barat kondisinya semakin membaik. Bahkan pihak rumah sakit menyatakan bahwa dari hasil uji lab. Swab pasien dinyatakan negatif. Selain ikhtiar medis yang wajib dilakukan, yang bersangkutan menurut sejumlah staf RSUD, juga rajin membaca al-Quran dan shalat lima waktu. 


Penemuan seperti ini semakin menegasikan tentang i’jaz al-Quran, bahwa al-Quran adalah obat sebagaimana yang disebutkan dalam QS. 17: 82. 



Menganalisis pandemi Covid-19 yang masih terus meningkat ini, adalah sangat bijak jika kita mengkarantina diri di rumah, jika tidak ada kepentingan yang mendesak—tentu dengan menggunakan masker. Melakukan pola hidup sehat dengan membersamai al-Quran untuk dibaca setiap hari, memahami kandungannya serta sedapat mungkin membumikannya dalam kehidupan keseharian—apalagi sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan—di bulan yang penuh keberkahan ini. Pada saat yang bersamaan, semoga Allah memberikan ketenangan jiwa kepada kita. Dengan modal ketenangan jiwa itu, semoga saat kita menghadapi Covid-19 akan lebih tenang, rasional serta daya imunitas tubuh kita semakin kuat. 


Wallahu a’lam bi al-Shawab


*)Penulis adalah dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Wirapanjunan,  Kandanghaur,  Indramayu


0 comments: