-->

ads

Glorifikasi terhadap Saipul Jamil; Masyarakat Pelupa

Selasa, 07 September 2021
Saipul Jamil (Gambar Suara.com)


 Oleh:  Masduki Duryat)*

Bebasnya Saipul Jamil—yang bernama asli Jamiluddin Purwanto—dari hukuman penjara pada 2 September 2021 setelah menjalani hukuman selama 8 tahun, akibat kasus pencabulan remaja dan suap panitera, disambut meriah saat keluar dari Lapas Cipinang. Stasiun televisi menyambutnya dengan meriah, sampai-sampai KPI melayangkan surat peringatan kepada 18 stasiun televisi.


Masyarakat seolah lupa apa yang sudah dilakukan oleh Saipul Jamil, atau memang menjadi masyarakat ‘pemaaf’ karena hal ini sering terjadi—tidak hanya pada kasus Saipul Jamil—tetapi pada politikus, pemimpin dan pengusaha yang terlibat kasus korupsi, setelah bebas dipuja dan disanjung seperti pahlawan yang sebelumnya dihujat dan dicaci.


Kasus Saipul Jamil

Saipul Jamil, pedangdut yang memulai kariernya sejak 2004 ini lahir pada 31 Juli 1980 dan bergabung dengan grup musik dangdut G4UL; bersama Eka Sapta, Adi Sahrul dan Dian. 


Setelah itu, pedangdut yang akrab dipanggil Bang Ipul ini mulai merintis karier sebagai penyanyi solo dengan merilis lagu yang menjadi hit kala itu berjudul “Jangan Bilang bilang”.


Hingga akhirnya, nama Saipul Jamil mulai dikenal publik berkat lagu duetnya bersama Ira Swara yang bejudul “Duet Sang Bintang”.


Berkat lagu itu, Saipul Jamil berhasil meraih penghargaan di ajang SCTV Music Awards 2006 untuk kategori Lagu Dangdut Ngetop.


Tetapi perjalan kariernya tidak semulus yang diharapkan. Saipul Jamil terjerat kasus hukum. Di antara kasus yang menjeratnya sampai harus dipenjara adalah; Pertama Kasus Asusila, Saipul Jamil dilaporkan ke polisi atas kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur seorang pelajar kelas 3 SMA berusia 17 tahun. Saipul disebut meminta pelajar ini untuk menginap di rumahnya dan memijatnya. Pada saat pelajar ini tidur, Saipul melakukan tindakan tidak senonoh; Kedua, Kasus Suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Setelah terjerat kasus pencabulan, Saipul juga terbukti menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi sebesar Rp 250 juta untuk mempengaruhi putusan hakim dalam perkara itu. Hakim pun mengatakan Saipul terbukti melanggar pasal 5 ayat 1-b Undang-Undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Glorifikasi dan Sambutan Masyarakat

Setelah menjalani hukuman selama 8 tahun penjara, Saipul Jamil pada 2 September 2021 dinyatakan bebas dan disambut secara antusias oleh masyarakat melalui berbagai media televisi. Histeria penyambutan yang dibutakan oleh pemujaan pada ‘tokoh yang didolakan’.


Laksana seorang pahlawan, tidak hanya disambut tetapi sudah pada tahap glorifikasi. Glorifikasi secara terma dengan mengadaptasi Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermakna proses, cara, perbuatan meluhurkan, dan memuliakan.


Glorifikasi sendiri merupakan serapan dari kata bahasa Inggris, Glorification, yang bermakna aksi melebih-lebihkan sesuatu sehingga terkesan luar biasa dan sempurna.


Kata glorifikasi jika direlevansikan dengan kasus Saipul Jamil, dimaknai sebagai sikap melebih-lebihkan pembebasan dan imej sang artis seolah tanpa cela. Salah satunya dengan memberikan panggung baginya untuk tampil kembali.


KPI sampai mengambil sikap tegas untuk melayangkan surat peringatan kepada 18 stasiun televisi yakni TVRI, ANTV, Kompas TV, MNCTV, iNewsTV, Trans7, GTV, Indosiar dan tvOne. Serta MetroTV, RTV, NET, RCTI, SCTV, TransTV, JPM TV, MY TV dan O Channel.


Pro dan Kontra Bebasnya 

Saipul Jamil bebas dari penjara disambut pro dan kontra. Yang pro tentu berpijakan pada pandangan bahwa manusia memiliki sifat khilaf dan memberikan ruang untuk berubah. Sehingga bebasnya Saipul Jamil disambut sangat luar biasa bak pahlawan, bahkan banyak tawaran pekerjaan di televisi kepada pesohor yang tersangkut kasus pedofilia ini.


Tetapi dari sekian penyambutan meriah itu ada yang mengecam dan bahkan menyatakan boikot terhadap tampilnya kembali Saipul Jamil di panggung hiburan. 


Tidak kurang reaksi muncul dari Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni yang mengecam glorifikasi terhadap bebasnya Saipul Jamil. Sambutan positif terhadap mantan terpidana kasus asusila itu diminta untuk tidak dilanjutkan.


Sahroni mengkritik dengan keras stasiun televisi yang melakukan glorifikasi bebasnya Saipul Jamil. Karena tindakan ini dinilai sebagai pemakluman atas perbuatan Saipul Jamil.


Komisis Penyiaran Indonesia (KPI) juga  meminta stasiun televisi untuk tidak mengundang mantan suami Dewi Perssik itu sebagai bintang tamu. KPI bahkan secara resmi meminta kepada seluruh stasiun televisi agar tidak melakukan tindakan glorifikasi terhadap kebebasan Saipul Jamil. 


Masyarakat Pelupa

Masyarakat Indonesia dinilai mudah melupakan berbagai kasus yang dilakukan oleh pesohor negeri ini, pemimpin yang terjerat kasus, artis yang dipuja dan lainnya. 


Kasus korupsi misalnya yang pernah dilakukan oleh koruptor. Masyarakat jarang mengingat dan mempertimbangkan uang negara yang dicuri pelaku rasuah. Bahkan yang dulu dicaci, dihujat dan digugatnya dengan demonstrasi, lalu berbalik dipuja. 


Media yang seharusnya bisa menjadi pilar keempat demokrasi yang berfungsi mengawasi pemerintah juga tidak berjalan secara efektif. Karena terkadang efek pemberitaan media selalu lemah karena masyarakat mudah lupa.


Sikap mudah lupa dan melupakan tindakan yang dianggap tidak baik merupakan hal yang harus dikorekasi. Media secara idealitas memiliki peran yang tidak hanya semata saluran suara publik tapi bisa jadi tindakan kolektif orang yang menghendaki perubahan secara signifikan di tengah-tengah masyarakat. 


Satu hal yang bisa dilakukan yakni berkolaborasi dengan berbagai pihak. Misalnya, kolaborasi antarmedia, aktivis, dan  dengan stakeholder lain. Bukan sebaliknya dengan melakukan tindakan kontra produktif bahkan memberitakan pemujaan, meluhurkan dengan melupakan apa yang sudah dilakukan pesohor negeri ini seolah tanpa cela. 


*)Penulis adalah dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon tinggal di Wirapanjunan Kandanghaur Indramayu


0 comments: