-->

ads

Misi Liberalif Nabi Isa; Pengakuan Jujur Margaretha

Kamis, 21 Oktober 2021

Ilustrasi Nabi Isa Gambar (orbitmetro.com)

 

Oleh: Masduki Duryat*)


Sangat menarik ceramah Dr. Hj. Margaretha D.S., M. Si., di acara pelepasan siswa kelas XII SMA Islam Attaqwa Kandanghaur pada tanggal 30 April 20011 yang lalu, ketika mengurai tentang kesamaan misi yang dibawa oleh Nabi Isa AS., dengan misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW., menyangkut persoalan aqidah dan kenubuwatan  Isa AS dengan berbagai realitas yang ada termasuk misi liberalif dari kultus terhadapnya—bahkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak dilakukannya. Secara lengkap uraian ini ditulis dalam bukunya “Perjalanan Panjang Menggapai Iman, Memoar Pergolakan Batin Seorang Pemeluk Agama tentang Iman Yang Diyakininya”.


Yesus dan Kontroversi Kelahirannya 

Yesus dalam tradisi sejarah ummat Islam sebenarnya adalah Isa al-Masih putra Maryam. Sebutan “Isa” (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Ibrani dari kata “Esau”. Dalam bahasa Latin nama itu menjadi “Yesus” Munculnya nama Yesus terjadi pada peristiwa pengadilan Isa al-Masih oleh mereka yang hadir dengan menambahkan huruf “J” pada awal dan “S” pada akhir kata “Esau” sehingga menjadi Yesus. Nama Yesus baru populer pada abad ke-2, populernya nama Yesus akhirnya menenggelamkan nama asli Esau di kalangan Kristen. Sedangkan al-Quran dan ummat Islam tetap mempertahankan nama Esau (Isa dalam dialek Arab)—sebagaimana dituturkan Irena Handono dalam Perayaan Natal 25 Desember Antara Dogma & Toleransi.


Sedangkan kata masyiakh, messiah, atau mesyah berasal dari bahasa Arab dari kata masaha dengan tiga huruf mati yang dikandungnya yaitu: m-s-h yang berarti mengusap. Dalam perkembangan selanjutnya orang Yunani mengubah sebutan messiah bagi Isa menjadi Kristos yang berarti yang disiram dengan minyak (diurapi). Oleh orang Eropa, Yesus disebut christus atau kristus, yaitu Sang Penyelamat atau Sang Penebus Dosa.


Menyangkut kelahiran Nabi Isa—orang Kristen menyebutnya natal—berasal dari bahasa Latin yang berarti lahir. Secara istilah natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa al-Masih—yang mereka sebut Tuhan Yesus.


Peringatan natal baru tercetus antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum penyembahan dewa matahari, yang kadang diperingatai pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus (natal).


Kelahiran Yesus tanggal 25 menjadi sesuatu yang debatable, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu sedang melaksanakan sensus penduduk (7 M=579 Romawi). Menurut Matius, Yesus lahir pada masa pemerintahan raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM-4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.


Terjadi perbedaan dalam menjelaskan kelahiran Yesus, namun begitu keduanya menolak kelahiran Yesus tanggal 25 Desember. Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang dilepas bebas di padang rumput beratapkan langit dengan bintang-bintangnya yang gemerlapan, menunjukkan kondisi musim panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan matahari. Sebab jelas tanggal 25 Desember adalah musim dingin. Sedang suhu udara di kawasan Palestina pada bulan Desember itu sangat rendah sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil.


Sedangkan menurut al-Quran—sebagaimana disebut dalam QS. Maryam: 23-25, Yesus dilahirkan pada musim panas di saat pohon-pohon kurma berbuah dengan lebatnya. Untuk itu patut kita cermati pandangan sarjana Kristen Dr. Arthus S. Peak, dalam Commentary on the Bible—seperti dikutip buku Bible dalam Timbangan oleh Soleh A. Nahdi: “Yesus lahir dalam bulan Elul (bulan Yahudi), bersamaan dengan bulan Agustus-September”.


Sementara itu uskup Barns dalam Rise of Christiany—sebagaimana diadaptasi oleh Soleh A. Nahdi berpendapat: “Kepercayaan bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti tidak ada buktinya”.


Pertanyaannya adalah kalau tanggal kelahirannya masih diperdebatkan, kenapa kemudian orang berbondong-bondong untuk memperingatinya pada tanggal 25 Desember—apalagi tanggal tersebut sebagaimana dicanangkan Paus Liberius sangat berbau paganisme. Yang pasti, perintah untuk menyelenggarakan peringatan natal tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya.


Misi Liberatif Nabi Isa; Sebuah Komparasi

Menurut Ali Syariati, para Nabi dan rasul adalah orang yang lahir dari tengah-tengah masa lalu memperoleh tingkat kesadaran yang sanggup mengubah suatu masyarakat  yang korup dan beku menjadi kekuatan yang bergejolak dan kreatif, yang pada gilirannya melahirkan peradaban, kebudayaan dan kepahlawanan, semua bersumber dari tauhid. 


Nabi Ibrahim as. telah memberi contoh bagaimana ia mengurbankan putra kesayangannya, Ismail as. Sebagai bentuk ketaatan kepada perintah Allah yang ternyata merupakan batu ujian ketakwaannya kepada Allah SWT.  Pesan yang paling substansial dari perintah berkurban  adalah misi liberatif, yaitu semangat pembebasan. Basis utama semangat pembebasan ini adalah pengakuan seorang hamba secara mutlak akan tauhid, yang tercermin dalam kalimat la ilaaha illa Allah, dan menegasikan segala otoritas serta petunjuk yang datang bukan dari Allah. Tidak ada penghambaan dan penyembahan kecuali kepada Allah, bebas dari belenggu kebendaan dan kerohanian.


Misi ini pula yang dibawa oleh nabi Musa dari keserakahan Fir’aun. Nabi Muhammad SAW adalah revolusioner sejati dengan merekonstruksi watak dan perilaku manusia ke arah yang diridhai Tuhan. Menurut Rasulullah SAW. “Kalimat  laailaha illallah adalah bentengku. Barangsiapa yang memasuki bentengku, ia terjamin dan terlindung dari berbagai hipokrasi serta terpelihara dari siksa Allah. Itulah kalimat yang utama yang aku dan nabi sebelumku mengucapkannya dengan makna yang sangat dalam”.


Pada kerangka ini menarik untuk dicermati pula kata-kata nabi Isa (Yesus) dalam Injil Markus 12: 29 (Lembaga alkitab Indonesia, 1984): “Jawab Yesus: ‘Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israil, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa’.” Yesus menyebut “Tuhan Allah kita”, berarti Yesus mengakui Allah sebagai Tuhannya yang Esa. Dalam Injil Markus 12: 30 juga dikatakan “Cintailah Tuhan Allah-mu dengan sepenuh hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan seluruh akalmu dan dengan segenap kekuatanmu”.


Demikian pula pengakuan akan Yesus bahwa dari sisi aqidah bahwa ia adalah seorang nabi, utusan Allah—sehingga pada saat yang sama ia bukan Tuhan. Dalam Yohanes 3: 34 dikatakan: “Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas”. Yohanes 17: 3: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau Utus”. Markus 9: 37: “... tetapi Ia telah mengutus Aku”. Yohanes 6: 39: “Dia yang telah mengutus aku ....” Dalam Yohanes 12: 44 juga dikatakan: “Tetapi Yesus berseru, katanya: ‘Barang siapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia yang telah mengutus Aku’.”


Dengan demikian misi yang diemban oleh nabi Isa adalah misi pembebasan dari belenggu kebendaan mengarah kepada tauhid. Hal ini berbanding lurus dengan al-Quran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW., misalnya dalam QS. 5: 72 dikatakan: “Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata ‘sesungguhnya Allah ialah al-Masih putra Maryam,’ padahal al-Masih sendiri berkata: ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu’. Sesungguhnya barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya Allah mengharamkan surga atasnya, dan tempatnya di neraka, dan tidaklah ada penolong bagi orang-orang yang dzalim”. 


Kemudian dilanjutkan dalam QS. 5: 73: “Sungguh kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah satu dari tiga’, padahal tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa. Dan jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, sungguh orang-orang yang kafir di antar mereka akan ditimpa azab yang pedih.” 


Allah Maha Esa, sama seperti yang disampaikan Yesus dalam Injil Markus 12: 29 juga Allah adalah Esa. Dalam QS. 112: 1-4 dikatakan: “Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya.” Demikian pula dalam QS. 4: 36: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun.”

Apa yang dilakukan nabi Isa adalah kelanjutan misi yang dibawa oleh nabi Musa—dalam bahasa Margaretha menggenapi bukan menghapus kitab Taurat. 


Dalam Injil Matius 5: 17: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Dalam Matius 5: 17: “Janganlah menganggap bahwa Aku datang untuk menghapus hukum Musa dan ajaran nabi-nabi. Aku datang bukan untuk menghapuskannya, tetapi untuk menunjukkan arti-arti yang sesungguhnya.” 


Injil Yohanes 5: 46 juga dikatakan: “Sebab jika kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku.” Dalam QS. 3: 50 hal demikian jelas dikatakan “Dan aku (Isa) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian dari apa yang diharamkan atas kamu, dan aku bawa kepadamu suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, maka bertakwalah kamu kepada Allah dan taatlah kepadaKu.”

Itulah kenapa Yesus juga disunat karena menjalankan hukum Taurat (Injil Lukas 2: 21) “Dan ketika genap delapan hari dan ia harus disunat, Ia diberi nama Yesus yaitu nama yang diberi oleh Malaikat sebelum ia dikandung ibunya”. Memang banyak umat Kristen yang bersunat, tetapi karena alasan medis atau kesehatan, bukan karena ajaran agama. Selanjutnya ummat Kristen tidak melaksanakan ajaran bersunat dengan alasan bahwa di Galatia 5: 2 Paulus melarang bersunat. 


Dalam Galatia 5:2 (Lembag al-Kitab Indonesia 1984) “Sesungguhnya aku, Paulus, berkata kepadamu: ‘Jika kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu’.” Mungkin kita bertanya, sebagaimana pertanyaan Margaretha, “Sebenarnya loyalitas ummat Kristiani kepada Yesus ataukah kepada Paulus?”. 


Yesus juga tidak makan babi karena Yesus mematuhi hukum Taurat, sebagaimana diuraikan dalam Imamat 11: 7, “Demikian juga babi, karenaa memamng berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu”. Dalam Ulangan 14: 8, “Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya”. Dan Yesaya 66: 17 “Mereka yang mengkuduskan dan mentakhirkan dirinya untuk taman-taman dewa, dengan mengikuti seseorang yang ada di tengah-tengahnya, yang memakan daging babi, dan binatang-binatang jijik serta tikus, mereka semuanya akan lenyap sekaligus, demikianlah firman Tuhan”. 


Hal ini juga sebangun dengan QS. 2: 173, “Hanya sesungguhnya Allah mengharamkan bagi kamu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih disebut nama selain Allah ...”. Demikian pula Yesus tidak makan darah sebagaimana diuraikan dalam Imamat 7: 26 dan 27, “Demikian juga janganlah kamu memakan darah apapun di segala tempat kediamanmu, baik darah burung-burung maupun darah hewan”, “Setiap orang yang memakan darah apapun, nyawa orang itu haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya”. 


Karena Yesus datang ke dunia bukan untuk menghapus hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya—berarti Yesus juga tidak memakan darah.   Yesus juga tidak minum minuman keras karena Yesus patuh pada hukum Taurat, sebagaimana dalam Imamat 10: 9, “Janganlah engkau minum anggur atau minuman keras, engkau serta anak-anakmu, bila kamu masuk dalam Kemah Pertemuan, supaya jangan kamu mati. Itulah suatu ketetapan untuk selamanya bagi kamu turun-temurun.” 


Dalam Amsal 20:1, “Anggur adalah pencemooh, minuman keras adalah peribut, tidaklah bijak orang yang terhuyung-huyung karenanya.” Demikian juga dapat dilihat dalam Amsal 31: 6, juga Markus 14: 25. Demikian pula Yesus bersujud kepada Tuhan, (Matius 26: 39,  Kitab Kejadian 24:26, dan 28, Jeremia 26: 2),  “Lalu berlututlah orang itu dan sujud menyembah Tuhan”. “Kemudian berlututlah aku dan sujud menyembah Tuhan, serta memuji Tuhan, Allah tuanku Abraham”. Yesus juga berpuasa  (Matius 4:2,  Lukas 18: 12,  Jeremia 36: 9, Keluaran 34: 28,  Samuel 1: 12, Jeremia 36: 6), dan zakat (Lukas 18: 12, Kejadian 28: 22, Kitab Ulangan 14: 22). Antara lain Yesus mengatakan: “Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku”. (Lukas 18: 12)


Penutup

Apa yang diuraikan di atas adalah sebagian kecil dari penuturan Dr. Hj. Margaretha untuk menegasikan bahwa misi yang diemban nabi Isa adalah misi pembebasan untuk hanya menyembah Allah—sebagaimana misi yang sama dibawa oleh para nabi sebelumnya. Tauhid adalah pembebasan dari unsur kebendaan sekaligus juga harus dikatakan di sini bahwa Isa adalah utusan Allah—sebagaimana pengakuan jujur Margaretha, seorang aktifis gereja dan guru sekolah Minggu.


Hasbunallah wa ni’ma al-wakiel

Wallahu a’lam bi al-shawab


*)Penulis adalah dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Tinggal di Kandanghaur Indramayu


0 comments: