Keraguan “Dewa” dan Optimisme Rasta Wiguna
Gambar Pikiran Rakyat |
Oleh: Masduki Duryat*)
Sekarang
secara politik, semua orang menjanjikan segalanya. Itulah satu-satunya cara
anda dapat terpilih (Clint Eastwood)
Pemimpin itu perlu
popularitas, demikian Alfan Alfian memulai tulisannya tentang “Popularitas,
Otentisitas, dan Elektabilitas”, walaupun popularitas bukan segalanya. Karena
menurut Nixon pemimpin tidak bekerja untuk mengejar popularitas, tetapi
popularitaslah yang nanti akan mengejar dirinya.
Pandangan ini hampir sama
dengan jargon pemasar MLM, bahwa kalau anda bekerja dengan benar hingga
mencapai level gold, maka uang akan mengejar anda, ke manapun.
Demikianlah popularitas akan mengejar pemimpin, siapapun yang mampu menunjukkan
prestasinya dengan bekerja sungguh-sungguh nothing to loose.
Tapi seringkali yang
difragmentasikan oleh pemimpin—politik—tampil popular dengan memperkuat
pencitraan pribadi/Lembaga yang dipimpinnya. Lagi-lagi Alfan Alfian menulis,
pemimpin—apalagi konteks politik—memiliki naluri untuk tetap bertahan dalam
kekuasaan. Apabila terpental dari kekuasaan, akan berupaya untuk tetap
berpengaruh. Karenanya dapat dipahami mengapa menjelang pemilu biasanya
frekuensi ‘iklan’ politik akan naik secara signifikan. Terutama ‘iklan’ kandidat dengan tujuan agar
public lebih mengenalnya dan lebih popular.
Pada konteks pemilihan
kepala daerah Indramayu 2024 ini siapa yang tidak mengenal Dewa (Dedi Wahidi)?
Popularitasnya tidak hanya di Indramayu, tetapi sudah menjadi tokoh Jawa Barat
dan Nasional, karena dijajaran birokrasi Dewa pernah menjadi Wakil Bupati dan
wakil Ketua DPRD Indramayu, Ketua DPC PKB Indramayu, Ketua PW NU Jawa Barat, dan
Ketua DPW PKB Jawa Barat dan sekarang di periode yang keempat dipercaya menjadi
anggota DPR RI dari PKB. Popularitas mengejar Dewa, milestone yang dipancangkannya
secara fenomenal adalah berdirinya Yayasan Darul Ma’arif yang megah dengan 9
(Sembilan) Lembaga di dalamnya dengan manajemen modern dan kekayaan yayasannya
surplus milyaran rupiah.
Tapi siapa sangka di tengah
popularitasnya, Dewa ternyata dalam kegalauan dan (tepatnya) skeptis menyangkut
pemilihan Bupati di Indramayu.
Sikap Skeptis Dewa
Dewa adalah typical
pemimpin yang perfeksinonis--sebutan
bagi orang-orang yang menuntut diri sendiri dan orang lain untuk menghasilkan
sesuatu dengan standar yang terlalu tinggi. Pada dasarnya, menjadi terbaik dalam
pekerjaan ataupun bidang akademik bukanlah suatu hal yang buruk—lihat buku saya
‘Dewa; Mengabdi untuk Negeri’, Dewa tidak ingin diremehkan sehingga ketika mengemban
tugas yang diamanahkannya selalu ingin menunjukkan yang terbaik.
Tetapi ketika diperhadapkan dengan pemilihan
bupati di Indramayu 2024 ini, Dewa menunjukkan sikap gamang, ragu bahkan
skeptis--sifat kurang
percaya dan ragu-ragu (terhadap keberhasilan, suatu ajaran dan sebagainya). Kata skeptis
sendiri berasal dari paham skeptisisme atau skeptisme yang memandang segala
sesuatu tidak pasti dan harus dicurigai—karena jauh dari cita-cita yang
didealkannya.
Survei internal PKB menunjukkan bahwa 79% lebih
Masyarakat Indramayu memilih bupati ingin dibayar, pragmatis-transaksional.
Angkanya bisa Rp. 50.000-Rp. 100.00 bahkan Rp. 100.000-Rp.200.000,-
Sikap pragmatis-transaksional ini sangat
menghawatirkan Dewa, ketika banyak tokoh dan kalangan ulama yang menghendaki
Dewa ikut berkontestasi di Pilkada Indramayu 2024. Prinsip Dewa di sisa usianya
ingin mengabdi dan membangun—apalagi Indramayu kota kelahirannya—tapi dengan
realitas seperti ini, agaknya sulit untuk tidak mengatakan mustahil akan
mendapatkan pemimpin yang memiliki idealisme dengan tujuan mensejahterakan
rakyatnya.
Pada situasi seperti ini, pada tulisan saya
tentang “Jadilah Bupati yang Memimpin dan Pemilih yang Cerdas”, akhirnya
terjadi praktek politik balik modal. Korupsi terjadi di mana-mana yang
dilakukan para pemimpin kita yang sudah mengalami disorientasi nilai.
Praktik
rasuah yang mengemuka di awal tahun, sekali lagi ibarat fenomena gunung es.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa akar masalah dari maraknya korupsi kepala
daerah salah satunya karena tingginya biaya politik.
Bahkan
ICW mencatat (2018) mahalnya biaya politik disebabkan oleh dua hal; Pertama,
Politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan Kedua,
jual beli suara (vote buying). Sehingga menurut penelitian terbaru
Litbang Kemendagri (2015) cost untuk mencalonkan diri sebagai
bupati/walikota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp. 20-100 milyar.
Sementara pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp. 5 milyar
selama satu periode.
Pertanyaan
Dewa, “bagaimana mungkin akan memunculkan bupati atau pemimpin yang didealkan,
kalau kondisi dan realitasnya seperti ini?” inilah kegamangan dan sikap skeptis
yang sedang dialami Dewa, berada di persimpangan jalan, maju di Pilkada
Indramayu atau memilih berada di zona nyaman menjadi anggota parlemen—atau
dalam Bahasa Dewa memilih makan gedang klutuk atau gedang ambon?
Berbeda dengan
Dewa, sikap sebaliknya—optimisme—justru diperlihatkan oleh Rasta Wiguna.
Optimisme
Rasta Wiguna di E-2
Sikap skeptis
Dewa dengan berbagai pertimbangan untuk mengedukasi Masyarakat lebih cerdas
dalam memilih seorang pemimpin, justru sebaliknya diperlihatkan oleh Rasta Wiguna,
penuh optimism.
Rasta Wiguna
yang juga asli putra daerah Indramayu—jika direkomendasikan oleh DPP PKB—siap
untuk mendampingi Nina Agustina. Kolaborasi Merah-Hijau, Nasionalis-Religius,
PDI-P dan PKB adalah kolaborasi yang ideal, saling melengkapi dan saling
mengisi.
Pertemuan
petinggi PDI-P dan Nina Agustina denga Rasta Wiguna juga sudah beberapa kali
dilakukan untuk melakukan penjajagan dan komunikasi politik.
Rasta Wiguna
seorang aktivis, politikus senior PKB, juga pernah menjadi
Staf Khusus Mentri PDT RI (Pembangunan Daerah Tertinggal ) 2009-2014. Pernah
berkontestasi dengan suara yang di luar dugaan ketika berpasangan dengan Toto
Sucartono di tahun 2015 (44,78%) dengan relawan TORA-nya siap memenangkan pasangan
NIRWANA (Nina+Rasta Wiguna) atau NIRA. Berkomitmen
membawa 10 Kursi DPRD Kabupaten untuk mengawal, mengamankan Program Ibu Bupati
di Legislatif dan bersikap sami’na wa atho’na bersama Ibu Bupati.
Akankah
ini mewujud dalam realitas? Kita tunggu rekomendasi dari DPP PKB, sebab Rasta Wiguna
juga akan loyal mendukung Dewa, jika Dewa maju dalam kontestasi Pilkada
Indramayu 2024. Demikian juga sebaliknya Dewa akan mendukung Rasta Wiguna jika
direkomendasikan oleh DPP PKB. Atau mungkinkah muncul nama lain di internal PKB
misalnya Tobroni atau Muhamad Sidkon Djampi? Kita tunggu dinamikanya.
*)Penulis
adalah dosen Pascasarjana UIN SSN Cirebon dan Ketua STKIP Al-Amin Indramayu,
tinggal di Kandanghaur