-->

ads

Sukmawati Soekarnoputri; Persepsi dan Emosinya tentang Agama dan Budaya

Selasa, 02 November 2021

Sukmawati Soekarnoputri (Gambar Okezone.com)

 

Oleh: Masduki Duryat*)


Ada beberapa perilaku Putri Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri yang mendistorsi pemahaman keagamaan yang sudah mapan dengan budaya local—bahkan memparadokskannya—dengan membuat ulah melalui pernyataan dalam pidatonya yang sejatinya bukan merendahkan Nabi Muhammad dan ummatnya. Tetapi telah merendahkan diri dan keluarganya, sekaligus juga menunjukkan jati dirinya yang dangkal dan tidak cerdas dari sisi keilmuan maupun memetakan emosinya dalam situasi bangsa yang sedang bergerak memoderasi ummat dalam pemahaman keagamaan di tengah bangsa yang majemuk.


Sebenarnya tidak terlalu menarik untuk dibahas pidato Sukmawati ini, sebagaimana dulu juga menyampaikan pernyataan dalam puisinya yang berjudul Ibu Indonesia  dalam acara “29 Tahun Anne Avantie Berkarya”. Ada dua hal yang dipersoalkan. Pertama, saat dalam bait puisinya menyatakan bahwa konde ibu Indonesia lebih cantik dari cadar. (Aku tak tahu syariat Islam. Yang ku tahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah. Lebih cantik dari cadar dirimu). Kedua, saat ia mengatakan bahwa kidung ibu Indonesia lebih merdu dari alunan adzan (Aku tak tahu syariat Islam. Yang ku tahu suara kidung ibu Indonesia, sangatlah elok. Lebih merdu dari alunan adzanmu). Yang sekali lagi—sebagaimana diakuinya—menunjukkan akan kedangkalan ilmu keagamaannya, sangat keliru dan tidak logis, tetapi harus diluruskan. Karena di ujung akhir—pasti—ia akan minta maaf kepada ummat Islam. 


Muhammad SAW., dan Ir. Soekarno

Sukmawati kembali ‘berulah’ dengan memperbandingkan antara “simbol-simbol” Islam dengan symbol-simbol budaya bangsa yaitu azan dan kidung, konde dan cadar serta Nabi Muhammad dan Soekarno dalam konteks perjuangan kemerdekaan. Padahal sejatinya, symbol-simbol Islam tersebut sudah melebur dalam bingkai budaya bangsa.


Tidak lazim—bahkan cara berpikir yang salah dalam membangun silogisme—misalnya dengan mengajukan pertanyaan, “Di abad 20, yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia itu Nabi yang mulia Muhammad atau Ir. Soekarno? Tolong jawab, silakan anak-anak muda, saya mau tahu jawabannya. Ayo jawab, ngga ada yang berani? Saya mau yang laki-laki, kan radikalis banyaknya laki-laki.


Tentang Nabi Muhammad harus saya tegaskan, tidak ada yang baru tidak hanya penulis muslim tetapi para islamolog, orientalis juga mengakui akan keberhasilan kepemimpinan nabi Muhammad. Sebut saja Thomas Carlyle, Toynbee, Michael Hart—yang menyusun buku 100 Tokoh yang paling berpengaruh di dunia dan menempatkan Muhammad SAW., sebagai tokoh nomor satu yang paling berpengaruh—dan Will Durant adalah sebagian kecil di antara “orang-orang kafir”  yang berusaha berkisah tentang manusia besar ini, Muhammad SAW.


Will Durant misalnya menulis, “Jika kita mengukur kebesaran dengan pengaruh, maka ia adalah satu di antara tokoh-tokoh besar dalam sejarah. Ia telah berusaha meningkatkan tingkat ruhani dan moral suatu bangsa yang dicengkeram kebiadaban karena panas dan ketandusan Sahara. Ia telah berhasil dibanding setiap pembaharu manapun. Begitu jarang orang bisa mewujudkan mimpi-mimpinya sepenuh dia …”.


Will Durant adalah penulis yang produktif, tetapi apakah tulisannya tentang Muhammad sudah lengkap? Iqbql adalah filosof sekaligus juga penyair, tetapi apakah Muhammad—yang dalam al-Quran disebut “Wa innaka la’alaa huluqin ‘adziim”—telah dicerminkan secara sempurna dalam puisi-puisinya? Al-barzanji, menghabiskan usianya untuk mengubah syair tentang Muhammad, tetapi apakah ia berhasil menggambarkan semua kebesaran Muhammad SAW.? Tentu jawabannya, tidak. Manusia besar ini mempunyai pribadi yang menembus berbagai aspek kehidupan, yang Allah dan para Malaikat menyampaikan shalawat kepadanya, “Inna Allah wa malaikatahu yushalluna ‘ala al-nabi”.


Soekarno? Ia adalah presiden pertama RI yang menjabat pada 1945-1967. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Inonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia adalah pemimpin local Indonesia anak  dari pasangan Ida Ayu Nyoman Raid an Soekemi Sosrodiharjo. yang lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya dan dimakamkan di Blitar, meninggal pada 21 Juni 1970. 


Dari beberapa literature disebutkan bahwa prestasi yang monumental Ir. Soekarno adalah proklamator, pencetus Pancasila, merebut papua Barat, membangun monas, militer yang kuat, bangsa yang disegani, pemimpin GNB, NKRI, kembali ke UUD 1945, dan Supersemar. 


Akankah prestasi local Soekarno demikian bisa dibandingkan dengan prestasi Nabi Muhammad, yang oleh Durant dikatakan ajarannya ibarat mesiu yang diledakkan dari padang pasir sana tetapi efeknya bisa dirasakan sampai ke Granada, India bahkan Indonesia. 


Kemerdekaan RI dan Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad lahir empat belas abad yang lalu dengan segala ajaran yang dibawanya memang tidak secara langsung terlibat dalam kemerdekaan RI. 


Tetapi spirit ajaran yang dibawanya telah menginspirasi para pejuang untuk memerdekakan Indonesia sebagai nation state,  di berbagai medan perang memekikkan takbir “Allahu Akbar”. Sebut saja misalnya empat tokoh Islam yang berperan besar dalam menjaga dan memperbaharui Islam di Indonesia. Pertama, KH. Ahmad Dahlan: Melampaui Abduh; Kedua, Ahmad Sukati: Mempercepat Kemerdekaan; Ketiga, Ahmad Hasan: Rujukan Kajian Islam dan Keempat, KH. Hasyim Asy’ari: Menjaga Tradisi Pesantren.


Sementara itu menyangkut Islam dan radikalisme adalah dua hal yang berbeda; dalam hal menilai HTI dalam konteks perjuangan dan dinamika kebangsaan.


Islam adalah rahmatan li-al’alamin, yang dalam implementasinya selalu berpegang—dalam konteks wilayah interpretasi “ihtilafu al-imam rahmat al-ummah”. 


Pemahaman tentang gerakan Islam radikal paling tidak disebabkan oleh dua hal. Pertama secara internal, ada pemahaman bahwa di luar pengikut mereka yang tidak sepaham adalah thagut, thagut adalah kafir. Maka memerangi mereka adalah perintah agama. Oleh karena itu paham turunannya adalah bentuk negaranya harus berdasarkan Islam. Dalam sejarah Islam pernah muncul gerakan sempalan yang berpahaman seperti itu, yaitu khawarij. Kedua secara eksternal, munculnya gerakan-gerakan radikal efek dari penyerangan Amerika dan sekutunya terhadap negara-negara mayoritas berpenduduk Islam, misalnya Afganistan, Pakistan, Irak dan negara lainnya. Testimoni mantan PM Inggris Tonny Blair yang mengatakan bahwa “saya menyesal dan berdosa telah ikut sekutu untuk menyerang dan menghancurkan Irak yang pada akhirnya memunculkan gerakan radikal seperti ISIS.”


Walaupun harus kita pahami juga bahwa kata radikal tidak selalu identik dengan Islam. Adian Husaini dengan buku “Beriman dengan Radikal” karya B.S. Mardiatmadja, S.J. merupakan buku teologi Katolik, ditegaskan dalam buku itu: “mengikuti Yesus secara radikal adalah panggilan yangdiserukan kepada setiap orang kristiani. Baik awam maupun rohaniawan, biarawan maupun biarawati, hanya mendapat panggilan satu; radikal menjadi ummat yesus. Artinya mengarahkan hidup sampai ke akar-akarnya kepada Allah dalam Yesus kristus.  


HTI adalah produk pemikiran dan interpretasi ummat dalam ijtihadnya di bidang politik, walaupun tentu tidak semua ummat sepakat dengan hasil ijtihadnya dalam terma khilafah. 


Karena pada sisi lain mayoritas ulama meletakkan dasar stigma yang membedakan definisi antara dar al-Islam dengan dar al-harbi pada tegaknya hukum yang ditetapkan di suatu wilayah. Tegaknya penerapan hukum Islam akan melahirkan status dar al-Islam pada suatu wilayah. Sebaliknya dar al-harbi akan tercipta dengan tegaknya penerapan hukum kafir dalam suatu wilayah. Pada titik ini ulama mencapai kata sepakat. 


Dianggap dar al-Islam atau dar al-harbi pada jaminan keamanan yang dirasakan ummat Islam dalam menjalankan aktifitas keagamaannya. Apalagi dalam konteks lain ada yang lebih sepakat dengan terma dar al-salam daripada dar al-Islam. Karena sejatinya bentuk Negara adalah wilayah ijtihadi. 


Berita Pindah Agama

Ulahnya tidak hanya sampai di sini, tentang konde, cadar, kidung, lantunan adzan, Nabi Muhammad SAW., dan Soekarno. 


Tetapi akhir-akhir ini, beberapa media masa memberitakan bahwa Putri Presiden Pertama RI ini; Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri menjalani ritual pindah agama, Hindu.


Ritual tersebut dilakukannya di Kawasan Sukarno Heritage Bali Agung Siangaraja Buleleng, Bali. 


Prosesi pindah agama ini dilakukannya bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-70. Proses upacara dilakukan melalui adat Sudhi Wadani; penyucian, persembahan, upacara pembersihan. Kemudian juga perkataan atau pembicaraan. Sudhi Wadani merupakan proses seseorang dari agama lain untuk menjadi Hindu. 


Apapun, ini adalah hak azasi, pilihan hidupnya. Semoga saja Sukmawati menemukan kedamaiannya, tidak hanya pada raganya tetapi juga sukmanya. Dengan tanpa menyalahkan agama, pada simbolnya dan hal lain yang dianggap sacral pada agama tertentu. 


*)Penulis adalah Dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Kandanghaur Indramayu


0 comments: