Jejak Visionary Kepemimpinan Anak ‘Keluarga Santri’
Yance (Gambar Wikipedia) |
Oleh: DR. H. Masduki Duryat, M. Pd.I*)
Hari Ahad, tanggal 16 Agustus 2020 sekitar pukul 09.15 WIB di RSUD Indramayu berita mangkatnya Dr. H. Irianto MS. Syafiuddin (Yance) Bupati Indramayu Periode 2000-2010 ke alam keabadian seolah menjadi berita yang sulit dipercaya dan menghentakkan ‘ketenangan’ masyarakat Indramayu. Tetapi inilah realitas, bahwa beliau telah meninggal dan menuntaskan seluruh perjalanan serta pengabdiannya meninggalkan istri, anak dan cucu serta handai taulan dan seluruh masyarakat Indramayu.
Hal ini semakin menegaskan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, kita ini milik Allah dan akan kembali kepada pemiliki sejatinya kehidupan. Kita harus ‘pulang’, pulang adalah gejala psikologis yang akan dialami oleh siapapun, sehingga mengadaptasi pandangan Prof. Nurcholish Madjid dalam bahasa Inggris disebutnya dengan go home bukan go house dan sejatinya pulang adalah ketika innaa lillaahi wainnaa ilahi raajiuun. Tidak ada yang hidup selamanya, ‘Aku ingin hidup seribu tahun lagi’ kata Chairil Anwar yang dalam al-Quran disebutnya dengan yawaddu ahadukum lay yu’ammaru alfa sanatin.
Anak ‘Keluarga Santri’
Irianto MS. Syafiuddin yang karab disapa Yance, lahir pada tanggal 27 Oktober 1955, bungsu dari empat belas bersaudara dari pasangan Mursyid Syafiuddin-Nyi Iyeng. Pernikahannya dengaan Hj. Anna Sophana perempuan asal Singaraja sebuah desa yang dikenal salah satu basis NU di Kab. Indramayu dikaruniai seorang putra dan dua orang putri; Dinny Yuniarty Syafina, Daniel Muttaqien dan Deani Iyeng Syafina.
Meskipun lahir di Ambon (Maluku), yakni saat ayahandanya menjabat Kepala KUA Provinsi Maluku (1953-1958, masa kecil dan remajanya tumbuhkembang dalam kultur dan sosial Indramayu. Karenanya ia ememahami betul karakter, watak, potensi, tradisi dan kebiasaan pola hidup masyarakat Indramayu. Ayahandanya yang lahir pada tanggal 22 Juli 1907 dalam usia yang relatif sangat muda, 23 tahun telah terlibat aktif dalam Persyarikatan Ulama (PUI).
Selanjutnya juga aktif bergabung dengan aktifis pergerakan Islam lainnya, terjun dan berkiprah di jalur politik praktis dengan membentuk PSII cabang Indramayu, kemudian dipercaya menjadi ketua Pengurus besar Pemuda Persyarikatan Oelama dan ketua Gerakan Pemuda Islam Indramayu (GPII). Beliau juga terlibat aktif dalam perjuangan melawan penjajah (revolusi fisik) bersama MA. Sentot dalam gerakan militer dengan memimimpin pasukan Singalodra. Puncaknya ia dingkat sebagai anggota KNIP (1947) dan tepat di bulan Agustus 1947 diangkat sebagai Bupati Indramayu.
Di luar aktivitasnya dalam pergerakan, beliau juga sukses dalam karirnya di birokrasi. Beliau di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala KUA di Ambon yang sebelumnya di banten, lalu ditarik ke Departemen Agama (Pusat) menjadi kepala Bagian Urusan Haji (1960). Setahun kemudian, pada Januari 1961 mengajukan permohonan pensiun, ‘pulang kampung’ Indramayu dan aktif di PSII sampai terjadinya fusi dengan partai-partai Islam lainnya.
Ada dua hal yang bisa dipertegas di sini bahwa; Pertama ayahandanya adalah pejuang nasionalis dan agamis; Kedua ada ‘darah biru’ dalam diri Yance untuk mewarisi trah politik di Indramayu sebagai seorang bupati. Itulah sebabnya dalam kepemimpinan Yance dibangun atas semangat historitas dan transformasi kejuangan ayahandanya. Menumbuhkan harapan yang dapat memobilisir kekuatan kolektif sekaligus menggerakkan secara partisipatif rakyat menyongsong masa depan Indramayu yang berkeadaban, bermartabat dan manusiawi dalam kepemimpinannya. Ini yang disebut KH. Adlan Da’i, Yance bukan hanya seorang bupati tetapi beliau adalah bupati yang memimpin, mampu menarasikan program-programnya dengan baik sekaligus mampu menggerakkan kekuatan partisipasif masyarakatnya.
Kepemimpinan; Filosofi Bapak Tukang Sapu
Yance salah satu dari sekian pejabat yang mampu menuliskan pengalaman dan perenungannya dalam sebuah buku. Salah satunya dibukukan dengan judul “Refleksi Filosofi Sapu Lidi dan Korupsi”, yang lahir dari sebuah refleksi yang bermuara pada ishlah atas kondisi individu, masyarakat dan bangsa di semua lini kehidupan.
Salah satu yang ditulisnya dalam judul kecil “Bapak Tukang Sapu”. Syahdan ketika beliau keluar rumah untuk ‘blusukan’ usai Shubuh, di jalan Kartini di depan Panti Budaya ia melihat petugas kebersihan, tepatnya tukang sapu. Usianya sudah tergolong renta tetapi tukang sapu ini tampak ringkih dan sigap dalam menjalankan tugasnya menyapu jalan. Karena dingin dan becek, karena usai hujan petugas kebersihan ini membungkus dirinya dengan sarung untuk penghangat bajunya dilengkapi dengan sepatu botnya. Ia tidak mempedulikan yang lain, tak ada keluhan tetapi sebaliknya tetap bersemangat dan ikhlas menjalankan tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Tidak ada yang mengawasi pekerjaannya, tidak juga mangkir dari tugasnya walau honornya tak sebanding dengan pekerjaannya, tidak ada fasilitas atau harapan untuk promosi naik jabatan ia tetap bertanggungjawab terhadap kewajibannya.
Dalam kekaguman itu Yance berdoa sebagaimana yang tertuang dalam QS. 51: 22, “Dan di Langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu”. Tanggung jawab terhadap tugasnya dengan dilandasi keikhlasan telah mengalahkan segala kendala yang dihadapi dalam kehidupannya termasuk kecilnya upah, minimnya fasilitas, dan tidak adanya jaminan masa depan—lalu Yance teringat apa yang disampaikan Tuhan, “… dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang yang kafir”. (QS. 12: 87).
Sikap inilah menurut Yance dalam buku tersebut yang tidak dimiliki kebanyakan pegawai, termasuk pejabat kita pada umumnya. Para pegawai (ASN) terutama pejabatnya baru akan menjalankan tugas dan kewajibannya jika fasilitasnya telah terpenuhi. Bahkan, banyak di antara mereka yang tidak menjalankan tugas dengan baik meskipun sudah mendapatkan segalanya. Sebagian di antara pegawai dan pejabat kita bekerja tidak didasari keikhlasan. Bekerja dalam mindset mereka dimaknai secara sempit, hanya sebagai ladang untuk mendapatkan uang.
Andai mereka bekerja dengan mengadaptasi bapak tukang sapu itu; melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan dan bahkan bekerja dimaknai sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT., tentu produktivitas kerja akan menjadi sangat tinggi.
Itu kenapa dalam kepemimpinan beliau dengan gaya Indramayu sangat lugas, blak-blakan dalam berbicara dan bersikap dalam meningkatkan produktivitas bekerja dalam mewujudkan pembangunan Indramayu yang lebih cepat mensejahterakan rakyatnya menjadi sebuah keniscayaan sambil ‘menghadirkan Tuhan’ dalam kebijakan-kebijakannya. Karena diyakini kerja keras kita juga harus melibatkan Tuhan untuk merealisikan ikhtiar-ikhtiar manusiawi mensejahterakan rakyat.
Kebijakan dengan ‘Menghadirkan Tuhan’
Pemerintahan Yance terutama di lima tahun pertama, betul-betul kebijakan yang radikal dengan landasan teologis yang kuat untuk memajukan, mensejahterakan dan sekaligus merubah mindset masyarakat Indramayu. Terutama bagaimana melakukan perubahan kultur destruktif menuju kultur konstruktif bahkan revolusioner.
Hal yang sangat monumental sekaligus menjadi millestone dalam pemerintahannya adalah kebijakan; Pertama Diberlakukannya Perda Madrasah Diniyah. Sebuah landasan yuridis untuk akselerasi program baca tulis al-Quran sekaligus menjadi landasan teologis untuk merubah masyarakat Indramayu yang trade merk-nya terkenal dengan tawuran, RCTI (Rangda Cilik Turunan Indramayu) dan atribut-atribut negatif yang melekat lainnya pada masyarakat Indramayu. Yang kemudian kebijakan ini banyak diadopsi oleh Pemda-Pemda lain di Indonesia.
Kedua, kebijakan mewajibkan berbusana muslimah bagi perempuan Indramayu mulai dari pegawai, siswi SD, SMP, SMA. Sebuah kebijakan yang tidak melulu berorientasi ‘syariat’ tetapi sekali tarikan nafas untuk membentengi perempuan Indramayu dari perilaku yang tidak baik.
Ketiga, Gerakan mengaji 15 menit sebelum melakukan aktifitas baik di kantor mapun di sekolah. Kemudian diikuti dengan kebijakan shalat dhuhur berjamaah, diyakini ini menjadi semacam ‘tolak bala’ dari keberkahan bacaan al-Quran dan menjaring rahmat Allah dari langit maupun dari bumi. Di samping juga—khusus untuk sekolah sangat membantu GPAI dalam melancarkan bacaan dan kajian tentang al-Quran.
Keempat, Gerakan kepedulian keluarga tidak mampu, ada Gempurgakin, Kartu Sehat sebelum diadopsi oleh Pusat gratis berobat ke Puskesmas dan RS, Kartu Miskin, bantuan bagi anak tidak mampu untuk sekolah, SUMO (Super Motivasi Prestasi), memberikan beasiswa pelajar untuk melanjutkan ke beberapa PT terkenal di Indonesia seperti ITB, UPI dan PT lainnya. Program wajib belajar 9 dan 12 tahun serta kebijakan lainnya. Yance meyakini doa orang-orang miskin dan teraniaya tidak ada hijab dengan Tuhan dalam menarik berkah Allah dari langit maupun dari bumi. Serta program-program lainnya.
Hal ini menjadi sesuatu yang sangat berpengaruh dan menjadi landasan teologis dalam pembangunan di Indramayu yang kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan sesudahnya karena berangkat dari kesamaan visi dan partai politiknya Indramayu merajut kembali untuk melanjutkan keberhasilan pembangunan sebelumnya dengan beberapa program inovatif-revolusioner yang berpotensi untuk membuat kemajuan Indramayu dalam berbagai aspek kehidupan masayarakatnya.
Selamat jalan bapak Irianto MS. Syafiuddin dalam keabadian, bapak pembangunan dan pendidikan Indramayu. Engkau tetap ‘hidup’ karena jasamu dan Indramayu tetap menyebutmu sebagai tokoh inovatif-revolusioner.
*)Penulis adalah Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan tinggal di Kandanghaur Indramayu